Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX
24 Mei 2017
Berikut ini adalah berkas Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX. Download file format .docx Microsoft Word dan PDF.
Silabus RPP IPA SMP MTs Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX |
Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas 7, 8, 9
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX:
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Rasional
B. Kompetensi yang Diharapkan Setelah Siswa Mempelajari Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
C. Kompetensi yang Diharapkan Setelah Siswa Mempelajari Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti di Sekolah Menengah Pertama
D. Kerangka Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Sekolah Menengah Pertama
E. Pembelajaran dan Penilaian
F. Kontekstualisasi Pembelajaran Sesuai dengan Kondisi Lingkungan dan Siswa
II. KOMPETENSI DASAR, MATERI POKOK DAN PEMBELAJARAN
A. Kelas VII
B. Kelas VIII
C. Kelas IX
III. MODEL SILABUS SATUAN PENDIDIKAN
A. Kelas VII
B. Kelas VIII
C. Kelas IX
IV MODEL RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
A. Kelas VII
B. Kelas VIII
C. Kelas IX
Rasional
Silabus ini merupakan acuan bagi guru dalam melakukan pembelajaran agar siswa mampu bertumbuh dalam iman dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi, anggota gereja dan warga negara yang cinta bangsa dan tanah air. Dalam rangka mewujudkan iman Kristen dalam perbuatan hidup sehari-hari maka peserta melakukan aktivitas belajar yang kreatif dan inovatif dengan dipandu oleh guru. Melalui proses tersebut, siswa mengalami transformasi kehidupan. Pada hakikatnya pengembangan Kurikulum 2013 adalah upaya yang dilakukan melalui salah satu elemen pendidikan, yaitu kurikulum untuk memperbaiki kualitas hidup dan kondisi sosial bangsa Indonesia secara lebih luas. Jadi, pengembangan kurikulum 2013 tidak hanya berkaitan dengan persoalan kualitas pendidikan saja, melainkan kualitas kehidupan bangsa Indonesia secara umum. Di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), perubahan ini sejalan dengan arah perubahan Pendidikan Agama Kristen yang bersifat dogmatis indoktrinatif menjadi Pendidikan Agama Kristen yang membebaskan siswa untuk mengembangkan kreativitas berpikir, kemerdekaan dalam bersikap dan bertindak sesuai dengan isi ajaran iman kristiani.Dengan demikian, mengasah kecerdasan siswa, antara lain dalam memperteguh iman kepada Tuhan Allah, mempunyai kedamaian batin, memiliki budi pekerti luhur, menghormati serta menghargai semua manusia dengan segala persamaan dan perbedaannya termasuk sikap setuju untuk tidak setuju. Perubahan mencolok yang terjadi dalam isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen adalah isi kurikulum yang bersifat holistik dari KI-1 sampai dengan KI-4 dimana membentuk siswa sebagai manusia utuh yang tidak terpilah-pilah dalam tiap ranah (kognitif, sikap dan ketrampilan). Perubahan lainnya adalah isi kurikulum dan pembelajaran yang bersifat dogmatis indoktrinatif berubah menjadi “life center” dan membebaskan atau memerdekakan siswa untuk mengembangkan kemerdekaan berpikir serta bereksplorasi. Pada kurikulum ini rumusan KI-1 dan KI-2 membentuk siswa secara utuh sebagai manusia terdidik bukan hanya dari segi pengetahuan namun nampak melalui sikap terhadap sesame dan Tuhan.
Perubahan tersebut dipandang dapat membantu siswa menghadapi berbagai persoalan dan tantangan hidup masa kini sebagaimana tercantum di bawah ini:
a. Globalisasi yang menawarkan dimensi baru pengetahuan dan otoritas yang kemudian turut mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup anak dan remaja. Hal itu nampak dalam bentuk konsumerisme, materialisme, dan hedonisme dan cara berpikir instan yang kian mengemuka dalam kehidupan keseharian.
b. Pergeseran pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan moral kehidupan, antara lain semakin menipisnya kejujuran, semakin maraknya penyalahgunaan kekuasaan, melemahnya penghargaan terhadap sesama, dll.
c. Perubahan pemahaman dan sikap seksualitas: pelecehan seksual, ketidakadilan jender, seksisme, komodifikasi seks dan tubuh, dll.
d. Penyimpangan perilaku sosial di dalam masyarakat dan sekolah seperti diwarnai oleh antara lain : tawuran remaja, pertikaian antara kelompok yang berakhir dengan kekerasan, tayangan media yang mengeksploitasi kekerasan.
e. Meningkatnya fanatisme dan radikalisme agama, golongan dan kelompok yang berwawasan sempit.
f. Pemanfaatan media sosial dan alat-alat teknologi komunikasi dan informasi yang tidak benar/menyimpang.
Berbagai permasalahan yang disebutkan di atas turut mempengaruhi kehidupan anak dan remaja. Oleh karena itu, penyusunan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen sedapat mungkin mampu menolong siswa untuk bersikap sebagai manusia makluk mulia ciptaan Allah yang:
- Tidak bersikap fanatik sempit, sebaliknya membangun solidaritas dan toleransi dalam pergaulan sehari-hari serta menjauhi kekerasan dan radikalisme;
- Tidak bersikap konsumtif, materialistik, dan hedonistik;
- Memiliki kesadaran dan proaktif dalam turut serta mewujudkan keadilan, kebenaran, demokrasi, HAM dan perdamaian;
- Memiliki kesadaran untuk turut serta memelihara serta menjaga kelestarian alam;
- Memiliki kesadaran akan keadilan gender serta mewujudkannya dalam kehidupan;
- Memiliki kesadaran dalam mengembangkan kreativitas dalam berpikir dan bertindak;
- Mampu menggunakan media sosial secara benar demikian pula pemanfaatan alat-alat teknologi komunikasi dan informasi.
- Tidak kehilangan ciri khas sebagai anak-anak dan remaja Kristen Indonesia ketika diperhadapkan dengan berbagai tawaran nilai-nilai kehidupan. Ciri khas sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air dan bangsa dapat terus ditumbuh kembangkan melalui pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi pekerti.
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti bukan sekadar proses menyampaikan pesan moral apalagi hanya sekadar mengetahui tata cara hubungan antara manusia dengan Tuhan, melainkan menyajikan isi kurikulum yang transformatif dan terinternalisasi dalam diri siswa. Artinya, isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen dapat mengubah serta membarui cara pandang dan sikap siswa serta mengarahkan siswa untuk memahami panggilan Tuhan untuk menjadi berkat bagi sesama dan dunia.
Fungsi Pendidikan Agama Kristen
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, disebutkan bahwa: pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama (Pasal 2 ayat 1). Selanjutnya disebutkan bahwa pendidikan agama bertujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Pasal 2 ayat 2).
Mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen berfungsi untuk:
a. Memperkenalkan Allah Tritunggal dan karya-karya-Nya agar siswa bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah dalam hidupnya.
b. Menanamkan pengertian tentang Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus serta Karya Allah dalam hidup manusia. Pemahaman akan karya Allah diharapkan dapat menjadi landasan kehidupan beriman dan dengannya siswa mampu memahami, menghayati, dan mengamalkann dalam kehidupan.
c. Menanamkan pengertian tentang Allah Tritunggal dan karya-Nya kepada siswa, sehingga mampu memahami, menghayati, dan mengamalkannya.
Kompetensi yang Diharapkan Setelah Siswa Mempelajari Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Di Pendidikan Dasar dan Menengah
Perumusan Kompetensi tidak hanya terpaku pada kemampuan kognitif siswa yang mempelajari Pendidikan Agama Kristen sebatas knowledge atau pengetahuan belaka. Melainkan dirumuskan sedemikian rupa sehingga mencerminkan kemampuan siswa secaran utuh, baik pengetahuan sikap dan ketrampilan terutama pada penghayatan nilai-nilai iman Kristen dan pembentukan karakter kristiani. Pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, diharapkan setelah mempelajari Pendidikan Agama Kristen siswa mampu memahami kasih Allah di dalam Yesus Kristus dan mengasihi Allah dan sesama tanpa memandang perbedaan agama, suku, bangsa, budaya maupun kelas sosial. Menghayati imannya secara bertanggung jawab serta berakhlak mulia dalam masyarakat majemuk.
Kompetensi Pendidikan Agama Kristen di Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu:
Memahami kasih Allah melalui keberadaan dirinya serta berterima kasih pada Allah dengan cara menjaga kebersihan tubuh serta menjaga kerukunan di rumah dan sekolah Lingkup materi pada Tingkatan I merupakan wahana pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengenal Allah melalui ciptaan-Nya. Sebagai ucap syukur karena telah diciptakan, dikasihi dan dipelihara oleh Allah, maka siswa memelihara kebersihan dirinya, mengasihi keluarga, mengasihi sesama tanpa memandang perbedaan suku bangsa, agama dan kelas sosial. Ucap syukur juga diwujudkan melalui sikap memelihara alam.
Memahami kehadiran Allah melalui berbagai peristiwa alam serta mengakui kemahakuasaan Allah. Pemahaman konsep mengenai Allah yang hadir melalui berbagai peristiwa alam hal itu menjadi tanda bahwa Allah maha kuasa karena itu manusia beriman takluk pada kekuasaan-Nya.
Menjalankan ibadah dalam segala aspek kehidupan sebagai wujud syukur atas anugerah keselamatan yang diterimanya.
Refleksi ibadah sebagai ungkapan syukur dan diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan. Ibadah bukan hanya dalam bentuk penyembahan dan legitimasi melainkan mencakup seluruh aspek hidup, termasuk pikiran, perkataan dan perbuatan.
Memahami bahwa Allah menyelamatkan manusia dalam Yesus Kristus dan bersikap sebagai manusia yang telah diselamatkan.
Pemahaman konsep, refleksi dan aksi menyangkut keselamatan dan tanggungjawab hidup sebagai manusia yang telah menikmati anugerah keselamatan dari Allah didalam Yesus Kristus.
Mempraktikkan hidup sebagai orang beriman dan berpengharapan. Pemahaman dan praktik kehidupan dalam iman dan pengharapan.
Bertumbuh sebagai manusia dewasa dalam iman, antara lain bersikap kritis menghadapi berbagai persoalan hidup.
Pemahaman konsep, eksplorasi, refleksi dan aksi mengenai bagaimana menjadi manusia dewasa dalam iman yang terus bertumbuh serta bersikap kritis menghadapi berbagai persoalan dan tantangan kehidupan.
Menjadi pembawa damai sejahtera di sekolah, di tengah keluarga, gereja dan masyarakat. Pemahaman konsep, penalaran, eksplorasi, refleksi dan aksi mengenai turut serta memperjuangkan keadilan, kebenaran, kesetaraan, demokrasi dan HAM. Dalam rangka perjuangan itu, maka siswa proaktif menjadi pembawa damai sejahtera dalam kehidupan. pribadi, sekolah di tengah keluarga, gereja dan masyarakat.
Kompetensi Yang Diharapkan Setelah Siswa Mempelajari Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti di SMP
Siswa SMP Mampu:
- Menjelaskan Allah sebagai penyelamat di dalam Yesus Kristus.
- Mempraktikkan kehidupan beriman dan berpengharapan dalam. kaitannya dengan Allah Tritunggal.
- Mendemonstrasikan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai kristiani.
- Menjelaskan karya Allah Tritunggal melalui gereja di tengah-tengah dunia.
- Mempraktikkan peran sebagai anggota gereja dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kristiani.
Pada jenjang SMP kelas VII-IX setelah menyelesaikan pembelajaran SMP, siswa diharapkan mampu memahami serta menghayati penyelamatan Allah didalam Yesus Kristus, mengimaninya serta mewujudkannya dalam tindakan hidup sebagai pribadi, dalam relasi dengan Allah, sesama dan alam secara keseluruhan.
Kerangka Pengembangan Kurikulum
Isi kurikulum pada Jenjang SMP merupakan kombinasi dari doktrin dan aplikasinya dalam kehidupan. Isi kurikulum di SMP merupakan pendalaman dari pembahasan yang sudah dimulai pada jenjang SD. Benang merah kurikulum SD dan SMP nyata dalam pembahasan ulang topik-topik yang sudah ada tetapi dikembangkan secara substansial dan lebih mendalam lagi sesuai dengan perkembangan usia serta kebutuhan siswa. Kerangka Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen SMP Kelas VII-IX mengikuti elemen pengorganisasi Kompetensi Dasar yaitu Kompetensi Inti.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Kristen Pendidikan Dasar dan Menengah
PAK di sekolah disajikan dalam dua ruang lingkup, yaitu Allah Tritunggal dan karya-Nya, dan Nilai-nilai kristiani. Pengertian Allah Tri Tunggal adalah Allah sebagai Pencipta, pemelihara, pembebas melalui Yesus Kristus dan Pembaharu melalui Roh Kudus. Secara holistik, pengembangan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen pada pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada dogma tentang Allah dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian siswa. Inilah dua ruang lingkup yang ada dalam seluruh materi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dari SD sampai SMA/SMK.
Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
Ada persepsi yang perlu diluruskan dalam pemahaman sebagian orang seolah-olah pembelajaran pendidikan agama cenderung menghafal sejumlah doktrin atau ajaran (dogma) yang bersifat kognitif dimana implementasinya mewujud didalam kesetiaan beribadah secara formal. Pelajaran pendidikan agama seperti itu hanya akan menghasilkan manusia yang pandai menghafal ajaran agama namun tidak pandai mewujudkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, pelajaran pendidikan agama malahan menyebabkan siswa terasing dari kehidupan. Oleh karena itu, dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen 2013, rumusan Kompetensi Dasar diupayakan menghantar siswa untuk memahami nilai-nilai agama yang bersentuhan dengan realitas kehidupan. Berbagai isu kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat masa kini, maupun oleh anak-anak dan remaja dibahas dari sisi ajaran Alkitab. Nilai-nilai agama yang lahir dari ajaran iman Kristen berperan sebagai cahaya yang menerangi setiap sudut kehidup an.Berdasarkankerangka pikir tersebut, maka pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di sekolah diharapkan mampu menghasilkan sebuah proses transformasi pengetahuan, nilai dan sikap. Ada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru cenderung mendominasi proses pembelajaran sedangkan siswa lebih pasif. Pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered) cenderung memberi ruang yang seluas-luasnya pada siswa untuk mengembangkan kemerdekaan berpikir dan kreativitasnya. Dalam Kurikulum 2013 pendekatan yang dianjurkan adalah pendekatan yang berpusat pada siswa. Namun, itu tidak berarti guru pasif dan membiarkan proses pembelajaran berlangsung tanpa arahan dan dampingan. Dalam banyak kasus terjadi kesalahpahaman terhadap pendekatan yang berpusat pada siswa karena guru meninggalkan kelas atau membiarkan siswa belajar sendiri tanpa arahan dan bimbingan. Pendekatan yang berpusat pada siswa justru menuntut guru untuk bekerja keras serta mampu memaksimalkan seluruh potensi siswa. Prosespembelajaran PAK adalah proses pembelajaran yang mengupayakan siswa mengalami pembelajaran melalui aktivitas-aktivitas kreatif yang difasilitasi oleh guru. Proses dan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Kristen memiliki bentuk-bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat diukur melalui penilaian (assessment) sesuai kriteria pencapaian. Penilaian sikap amat penting dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen justru yang menjadi tolok ukur utama bagi keberhasilan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Kristen adalah sikap kepada Tuhan Allah dan kepada sesama. Pendekatan saintifik adalah salah satu pendekatan yang dapat menghantar siswa mengalami pembelajaran kreatif sehingga mereka mengalami pengalaman “berjumpa dengan Allah” melalui pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memungkinkan mereka mengembangkan penghayatan serta kemampuan reflektif dalam menghayati serta menjalankan ajaran imannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa kekhasan Pendidikan Agama Kristen membuat Pendidikan Agama Kristen berbeda dengan mata pelajaran lain, yaitu Pendidikan Agama Kristen menjadi sarana atau media dalam membantu siswa berjumpa dengan Allah. Pertemuan itu bersifat personal, sekaligus tampak dalam sikap hidup sehari-hari yangdapat disaksikan serta dapat dirasakan oleh orang lain, baik guru, teman, keluarga maupun masyarakat. Meskipun demikian, kekhasan ini bukanlah alasan untuk membelenggu pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dalam model pendekatan yang terbatas. Sebagai disiplin ilmu, Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan esensi dan substansi mata pelajaran. Untuk itu, pendekatan saintifik dalam pembelajaran dapat diterapkan sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang mengantar siswa mengalami transformasi kehidupan. Pendekatan saintifik dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi dan mengomunikasikan atau yang dikenal dengan pendekatan 5M. Proses pembelajaran dengan pendekatanan saintifik mencakup tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada mengamati dan menanya timbul ranah afektif (sikap) pada siswa yaitu memiliki atensi terhadap pembelajaran tersebut. Pada bagian mengumpulkan informasi pada ranah psikomotorik (keterampilan) siswa ikut serta secara aktifdalam permasalahan. Sedangkan dalam menalar dan mengomunikasikan siswa menggunakan pemikirannya untuk memecahkan masalah. Dengan pembelajaran 5M tersebut, siswa dapat lebih aktif memahami masalah yang ada sehingga muncul rasa ingin tahu lebih dalam lagi dimana siswa lebih kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Selain itu, Mendorong dan menginspirasi siswa memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. Apabila siswa sudah terbiasa berpikir kritis, mereka akan termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya kemudian mengkaitkan dengan ajaran imannya. Pendidikan Agama baru berfungsi ketika bersentuhan atau diterapkan dalam realitas kehidupan untuk itu dibutuhkan pendekatan pembelajaran saintifik. Umat bergama membutuhkan akal sehat dalam mengolah serta menerapkan ajaran imannya supaya tidak menjadi manusia fatalistik. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen tidak semua model pembelajaran cocok untuk diterapkan. Hal ini berkaitan dengan kompetensi yang ingin dicapai, juga perlu dipertimbangkan usia dan jenjang pendidikan. Berbagai model pembelajaran yang dipersiapkan hendaknya tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja ataupun menghafal aturan maupun ajaran agama, melainkan tercapainya transformasi atau perubahan hidup. Untuk itu model paradigma pedagogi reflektif juga dapat dipakai dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen . Pendekatan ini meliputi tiga unsur utama sebagai satu kesatuan dalam pembelajaran yaitu pengalaman, refleksi dan aksi. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Sikap Spiritual dan Sikap Sosial tidak terpisahkan dari pengetahuan dan ketrampilan. Sikap spiritual dan sikap sosial bukanlah sekadar sebagai dampak pembelajaran KI-3 dan KI-4 melainkan bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran KI-3 dan KI-4. Sikap spiritual dan sosial diajarkan dalam materi dan diperkuat oleh pemahaman teks dan konteks dalam Alkitab. Aspek penghayatan dan refleksi menjadi penopang pembelajaran.
Beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam PAK selain pembelajaran saintifik dan pedagogi reflektif adalah sbb:
- Model inkuiri. Model ini menekankan pada pengembangan kognitif atau cara berpikir siswa. Penekanan kepada siswa yang mencari, menggali dan menjelajahi sendiri, akhirnya menemukan sendiri jawabnya. Di sini siswa dilatih untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan berpikir, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator yang kreatif. Misalnya dengan menebak pemikiran pendidik, memberikan dua teka-teki dan memberikan kata kunci (clue) sampai siswa menemukan jawabanya, juga bisa melalui teknik “kata bergambar” yang bisa dianalisis. Hal ini penting karena banyak aspek dan konsep-konsep kepercayaan dan ajaran Kristen yang perlu dipikirkan, dipahami, dan dihayati melalui pengembangan ranah berpikir. Model pembelajaran ini dapat diterapkan terutama ketika membahas berbagai persoalan yang dihadapi pada masa kini menyangkut keadilan, kesetaraan, demokrasi dan HAM.
- Model perjumpaan dengan Tuhan Allah. Hal ini sangat penting bagi Pendidikan Agama Kristen, terutama untuk pengembangan iman dan spiritualitas siswa. Pada model ini, guru perlu berperan sebagai seorang seniman yang mampu mendesain model pembelajaran dengan komprehensif. Model ini perlu beberapa tahapan, yakni: (a) mendesain proses belajar-mengajar yang menekankan aspek afektif, (b) menyiapkan bahan/materi yang dibutuhkan, (c) membuat pedoman pengalaman, (d) memimpin refleksi atas pengalaman, sehingga siswa bisa bertemu dengan Tuhan Allah. Untuk itu guru perlu mendesain suasana atau lingkungan yang diharapkan (gelap, terang, gembira); membuat pedoman pengalaman dengan alur dan media yang sesuai misalnya gambar, alam, lagu, obyek tertentu (lilin, salib, roti, buah anggur); memberi waktu yang memadai kepada siswa untuk berefleksi, kontemplasi, meditasi atau perenungan. Acara ini juga bisa dikembangkan misalnya dalam acara refleksi, retreat, rekoleksi, meditasi, saat teduh.
- Model pengembangan lingkungan. Di sini guru perlu mengajarkan bagaimana siswa dapat mendesain lingkungan agar tujuan yang baik dapat diterapkan dan dicapai. Misalnya supaya mampu menerapkan kasih, belajar dengan baik, membuat lingkungan kondusif yang sehat, bersih dan kristiani. Model ini dapat diterapkan dan dilakukan secara sendiri atau mandiri, namun tidak jarang sering harus melibatkan dan menyadarkan orang lain di sekitarnya dalam pengelolaannya.
- Model aksi-refleksi dan aksi baru. Ini adalah usaha untuk menerapkan iman dalam situasi konkret. Iman dapat dihayati apabila seseorang betul-betul telah menerapkan dan melaku kanapa yang diimani. Untuk model ini perlu ditentukan masalahnya lebih dahulu, misalnya masalah pribadi/personal, masalah bersama, atau masalah lingkungan hidup. Selanjutnya secara berturut-turut perlu konsisten diikuti tahapan sbb: (1) pengungkap data atau fakta yang diketahui, (2) analisis data, bisa dilakukan dengan perspektif personal, sosial, budaya, agama, ekonomi, ideologi, dll., (3) mencari dan menemukan pengalaman kristiani yang pernah dialami yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, misalnya pengalaman umat Kristen selama ini, kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, etika Kisten, sejarah gereja, dll. (4) merumuskan masalah, atau rumusan keprihatinan, (5) rencana aksi baru, yaitu rencana kegiatan nyata untuk memecah kanmasalah berdasarkan rumusan masalah atau keprihatinan iman. Di sini kadang-kadang diperlukan kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan. (6) pelaksanaan aksi baru. Model aksi-refleksi-aksi baru tersebut sesungguhnya merupakan model sebagaimana suatu siklus atau spiral, yang dapat diulangi dalam tenggang waktu tertentu.
- Illustratif dan naratif. Mengajar dengan ilustrasi naratif sangat efektif . Ilustrasi dapat diambil dari cerita dongeng. Dongeng bisa dipakai dalam proses pembelajaran, khotbah, mengajar berbagai usia, atau sebagai ilustrasi. Beberapa tahap untuk bercerita atau mendo ngeng dengan menarik dapat memakai tahap-tahap: (1) tentukan topik cerita/dongeng, (2) mencari maksud utama atau nilai kristiani yang akan dikembangkan, misalnya kasih, kesa baranp,engampunan, (3) mendesain cerita (pembukaan, isi, penutup), misalnya dengan membuat dua hal atau tokoh yang saling bertentangan (4) merencanakan pemecahan masalah atau klimaks cerita dengan dramatis (5) menyimpulkan, (6) membuat evaluasi dengan memberikan pertanyaan seder hana pada pendengar/siswa. (7) berterimakasih pada pendengar untuk perhatiannya. Beberapa tips mendongeng perlu diadopsi, misalnya: (a) perke nalkancerita melalui nyanyian atau gambar, (b) gunakan suara sesuai tokoh yang diungkapkan misalnya suara tokoh laki-laki, perempuan, suara orang yang sedang sedih, marah, gembira, (3) bukalah Alkitab bila memakai referensi Alkitab, (4) Pendidikan Agama Kristen ailah diri anda sebagai media/alat peraga, (5) jangan layani interupsi sampai dongeng selesai agar konsentrasi pendengar tidak terpecah, sesudah selesai mendongeng baru layani pertanyaan.
- Bermain peran (role-play). Role-play bertujuan untuk memecahkan masalah aktual yang sedang dihadapi kelompok/komunitas dengan cara mengidentifikasikan diri, memahami, berempati, mengambil sikap.Masalah bisa diambil dari hal-hal yang dihadapi kelompok/ko munitasm, isalnya kenakalan remaja, mencontek, hamil di luar nikah, sulit memahami peristiwa penyaliban Tuhan Yesus, perkelahian, bullying di sekolah, dll. Untuk itu tahapan-tahapan tertentu perlu dilakukan: (a) pemilihan tokoh-tokoh yang akan melakukan pemeranan;(b) mendeskripsikan sikap, perasaan, tindakan yang harus diperankan; (c) pema nasanbermain peran (d) bermain peran yang sesungguhnya; (e) analisis pemeranan, mengenali masalah, sikap, perasaan, emosi, para tokoh; (f) bermain peran perlu diulang jika para tokoh tidak bermain peran dengan baik dan sulit dilakukan analisis, sehingga identifikasi perasaan, emosi, sikap, nilai-nilai yang dipegang tokoh tidak dapat disimpulkan dengan baik; (g) membandingkan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi dengan permainan peran yang dilakukan (persamaan dan perbedaan); (h) memecahkan dan mendiskusikan masalah aktual yang sedang dihadapi komunitas.
- Model pelatihan. Tujuannya melatih siswa agar memiliki kemampuan, keterampilan, wawasan baru dengan dasar iman. Misalnya, wawasan tentang kesadaran jender, sadar lingkungan, peduli pada sesama, memiliki keterampilan untuk membaca dan menerapkan Alkitab dalam kehidupan, menolong orang lain, menjadi aktivis Kristen, mengenali dan membuat simbol-simbol kristiani secara kreatif. Untuk itu guru perlu melakukan tahap-tahap sebagai berikut: (a) tentukan pelatihan yang akan dilaksanakan; (b) demonstrasikan di depan siswa cara, atau pelaksanaan, atau membuat obyek tertentu; (c) buatlah langkah-langkah atau pedoman supaya siswa dapat melaksanakan kemampuan atau keterampilan yang baru; (d) dampingi siswa untuk melaksanakan hal yang ditetapkan sebagaimana yang sudah guru lakukan atau demonstrasikan sebelumnya; (e) membuat tugas pekerjaan rumah atau tugas mandiri bagi siswa di luar kelas.
- Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Model pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Proses pembelajaran dimulai dilakukan berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata. Siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Pada Model pembelajaran berdasarkan masalah pembelajaran dimulai dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: (Nurhadi, 2004:111) a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistikyang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Siswa melakukan orientasi masalah. b. Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah. Siswa melakukan peelitian atau observasi individual maupun kelompok. d. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya. Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
- Model Pembelajaran Berbasis Proyek. Metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Model pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa. Adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: a. Penentuan proyek Pada langkah ini, siswa menentukan tema/topik proyek berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Siswa diberi kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang akan dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tugas yang diberikan guru. b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek Siswa merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan proyek ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung tugas proyek, pengintegrasian berbagai kemungkinan penyelesaian tugas proyek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas proyek, dan kerja sama antar anggota kelompok. c. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek Siswa di bawah pendampingan guru melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya. Berapa lama proyek itu harus diselesaikan tahap demi tahap. d. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek yang telah dibuat.
Penilaian Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan agama memiliki kekhususan yang membedakannya dari mata pelajaran lain yaitu aspek transendatal dimana pemahaman serta sikap hidup manusia mengacu pada Sang Ilahi. Dalam Pendidikan Agama Kristen penghayatan terhadap Allah yang maha agung yang diimani haruslah tampak dalam sikap hidup sehari-hari. Untuk itu, tiap lingkup penilaian baik pengetahuan, sikap dan ketrampilan tidak terpisahkan. Penilaian yang lebih banyak terfokus pada lingkup pengetahuan tidak akan berdampak pada esensi belajar mengajar PAK, yaitu terjadinya tarnsformasi kehidupan. Transformasi kehidupan nampak nyata melalui sikap hidup, artinya penilaian sikap sama pentingnya dengan penilaian pengetahuan dan ketrampilan. Pembelajaran agama bertumpu pada dua hal penting yaitu penalaran konsep yang benar dan implementasi dalam sikap hidup. Maka penilaianpun dilakukan untuk menguji konsep dan implementasi dalam sikap dan ketrampilan. Jika penilaian lebih dominan pada aspek kognitif (melalui soal pilihan ganda yang ada dalam kisisi-kisi sebagaimana praktik yang terjadi selama ini), maka tidak akan berdampak pada sikap hidup siswa.
Ruang lingkup yang berhubungan dengan penilaian proses dan hasil adalah:
Prinsip dan Pendekatan Penilaian
Penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip- prinsip sebagai berikut:
a. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
b. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, danpelaporannya.
d. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
e. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi siswa dan guru.
Sementara itu, pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria. Penilaian Acuan Kriteria merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal.
Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian
Ruang Lingkup
Penilaian hasil belajar siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap siswa terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi matapelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.
Teknik dan Instrumen Penilaian
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.
a. Penilaian kompetensi sikap
1) Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh siswa dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
2) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan siswa selama di sekolah.Pembiasaan dapat merupakan bagian dari observasi sikap siswa di rumah yang melibatkan orangtua terutama bagi sekolah dasar.
3) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
4) Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarsiswa.
5) Pertanyaan langsung. Guru juga dapat menanyakan secara langsung tentang sikap siswa berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan siswa tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai “Peningkatan Ketertiban”. Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap siswa itu terhadap obyek sikap. Dalam penilaian sikap siswa di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina siswa.
6) Laporan pribadi. Teknik ini meminta siswa membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi obyek sikap. Misalnya, siswa diminta menulis pandangannya tentang “kerusuhan antaretnis” yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat siswa dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.
7) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Tujuan jurnal adalah memberikan informasi tentang perkembangan belajar siswa.
8) Penilaian Kompetensi sikap menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). Ketuntasan Kompetensi Sikap setiap mata pelajaran minimal B.
9) Ketuntasan belajar Kompetensi Sikap adalah B, dan berbeda untuk setiap mata pelajaran.
Penilaian terhadap sikap spiritual dan sosial dilakukan melalui pengamatan, dan pembiasaan serta penilaian diri sendiri. Akan nampak lebih objektif ketika siswa melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri. Pendidikan Agama Kristen dibelajarkan sebagai “ilmu dan keyakinan”. Sebagai ilmu, penilaian mutlak dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetensi pengetahuan dan ketrampilan, sebagai keyakinan tiap orang dapat menilai dirinya sendiri layakkah ia disebut sebagai orang beriman? Hal itu nampak melalui sikap terhadap Tuhan Allah yang diimani dan terhadap sesamanya dan tidak terlepas dari materi yang dibelajarkan. Dalam teologi Kristen sikap terhadap Tuhan Allah dan terhadap sesama tidak terpisahkan. Seseorang tidak dapat mengatakan ia mengasihi Tuhan Allah jika ia membenci sesamanya 1 Yohanes 4:20; “ Jikalau seorang berkata: aku mengasihi Allah, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya”. Makna kata saudaranya bukan hanya saudara dalam pengertian hubungan darah/kekeluargaan melainkan juga sesama manusia dalam kepelbagaian suku, bangsa, budaya, agama maupun kelas sosial. Sejalan dengan itu, Matius 5:23-24 menulis: “ Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan kau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkan persembahanmu di mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”. Dua buah teks Alkitab tersebut memperkuat rasional bahwa sikap spiritual dan sosial tak terpisahkan dan menjadi bagian integral dalam materi yang dibelajarkan.
Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. Tes tertulis dapat dilakukan dengan cara memilih jawaban yang tersedia (selected-response), misalnya soal bentuk pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan; ada pula yang meminta peserta menuliskan sendiri responsnya (supply-response), misalnya melengkapi, uraian obyektif, dan uraian non-obyektif.
Penyusunan instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
1) Materi, misalnya kesesuaian soal dengan Kompetensi Dasar dan indikator pencapaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan;
2) Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
3) Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.
4) Kaidah penulisan, harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku dari berbagai bentuk soal penilaian.
Tes lisan dengan instrumen berupa daftar pertanyaan.
Penugasan dengan instrumen berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Penilaian Kompetensi Pengetahuan menggunakan angka 0-100 sedangkan ketuntasan belajar Kompetensi Pengetahuan setiap mata pelajaran adalah minimal 60. Satuan pendidikan dapat menetapkan ketuntasan belajar.
Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja (unjuk kerja = performance assessment), penilaian projek, dan portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1) Penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2) Penilaian projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian siswa terhadap lingkungannya. Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
a) Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
b) Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan
c) Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Penilaian Kompetensi Ketrampilan menggunakan angka 0-100 sedangkan ketuntasan belajar Kompetensi Ketrampilan setiap mata pelajaran adalah minimal 60. Satuan pendidikan dapat menetapkan ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar setiap mata pelajaran (termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen) yang ditetapkan oleh satuan pendidikan agar ditulis dalam dokumen 1 kurikulum pada Tingkat Satuan Pendidikan dan diberitahukan kepada siswa dan orang tuanya pada setiap awal tahun pelajaran.
Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian (assessment) merupakan suatu kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar siswa yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Cakupan penilaian meliputi aspek spiritual, pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam Kurikulum 2013, tiga aspek cakupan penilaian dirumuskan dan dipilah dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), maupun Kompetensi Dasar (KD). SKL telah dirumuskan menurut aspek sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Untuk setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap aspek KI. Jadi, untuk suatu materi pokok tertentu, muncul 4 KD sebagai berikut:
1) KD pada KI I: aspek sikap spiritual terhadap Tuhan
2) KD pada KI II: aspek sikap sosial terhadap diri sendiri dan lingkungannya
3) KD pada KI III: aspek pengetahuan
4) KD pada KI IV: aspek keterampilan sebagai ekspresi dari pengetahuan yang sudah diperoleh
Penilaian dilakukan dengan penekanan pada penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajar anyang dilakukan siswa melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membukti kana, tau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai yang dilakukan dengan berbagai metode cara (di atas).
Beberapa prinsip-prinsip penilaian otentik yaitu:
1) Proses penilaian harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran,bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran.
2) Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
3) Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4) Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (sikap, keterampilan, dan pengetahuan).
Cara penilaian yang ada dalam Kurikulum 2013, yaitu proses belajar dan penilaian berlangsung secara bersama-sama. Jadi, proses penilaian bukan dilakukan setelah selesai pembelajaran, tetapi sejak pembelajaran dimulai. Penilaian tidak hanya berorientasi pada hasil belajar namun mencakup proses belajar. Memang, biasanya otoritas akan membuat soal bersama untuk ujian, tetapi praktik ini bertentangan dengan jiwa Kurikulum 2013, khususnya Kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang memang terfokus pada perubahan perilaku siswa. Pendidikan agama yang mengajarkan nilai-nilai iman barulah berguna ketika apa yang diajarkan itu membawa transformasi atau perubahan dalam diri anak karena iman baru nyata di dalam perbuatan, sebab iman tanpa pebuatan pada hakikatnya adalah mati (Yakobus 2:26). Untuk itu berbagai bentuk soal seperti pilihan ganda dan soal-soal yang bersifat kognitif tidak banyak membantu siswa untuk mengalami transformasi.
Download Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Download File:
[Download] Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX.pdf
[Download] Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX.docx
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Silabus RPP Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti SMP Kurikulum 2013 Kelas VII, VIII, IX. Semoga bisa bermanfaat.