Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK

Berikut ini adalah berkas Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK (UU Nomor 20 Tahun 2003 - Sistem Pendidikan Nasional, UU Nmor 13 Tahun 2003 - Ketenagakerjaan, Salinan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 - Revitalisasi SMK Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia, Perpres Nomor 8 Tahun 2012 - Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, PP Nomor 41 Tahun 2015 - Pembangunan Sumber Daya Industri). Download file format PDF.

Dokumen Teaching Factory SMK
Dokumen Teaching Factory SMK

Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi salah satu berkas yaitu Panduan Pelaksanaan Teaching Factory SMK:

Panduan Pelaksanaan Teaching Factory SMK
Panduan Pelaksanaan Teaching Factory SMK

Panduan pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran model Teaching Factory (TeFa) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjelaskan secara rinci tata cara mengembangkan, merancang, melaksanakan dan mengevaluasi hasil pembelajaran model Teaching Factory (TeFa) di SMK sebagai acuan bagi setiap SMK yang akan menerapkan pembelajaran model TeFa di sekolahnya serta sebagai media informasi pengembangan TeFa bagi semua pihak yang terkait.

Teaching Factory atau disebut dalam PP 41 tahun 2015 “pabrik dalam sekolah (teaching factory)” adalah sarana produksi yang dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata Industri dan tidak berorientasi mencari keuntungan””. Dalam Grand Design TeFa SMK di definisikan sebagai “suatu konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri”, dan dalam pelaksanaannya menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan dari SMK. Teaching Factory juga harus melibatkan Pemda/Pemkot/provinsi maupun orang tua dan masyarakat dalam perencanaan, regulasi maupun implementasinya.

Mengembangkan pembelajaran yang sebelumnya dikembangkan melalui unit produksi berubah menjadi pembelajaran TeFa yang berarti merubah budaya pembelajaran sekolah, semua unsur di sekolah harus mengembangkan budaya dan pola pikir bahwa sekolah bukan saja sebagai tempat pendidikan akademik, tetapi juga merupakan tempat membuat produk/layanan yang berstandar industri sesuai kebutuhan masyarakat pada umumnya. Sehingga sekolah harus mengkondisikan area, lingkungan, suasana, aturan tatakelola kerja di ruang praktek seperti di industri atau tempat kerja yang sebenarnya. Semua warga sekolah juga dituntut bersikap dan berperilaku seperti masyarakat industri, dengan demikian, dalam kurun waktu tertentu akan membentuk karakter dan budaya kerja industri bagi semua unsur yang terlibat didalamnya, baik guru, staff dan peserta didiknya.

Namun demikian, sekolah tetap berfungsi sebagai institusi untuk meningkatkan ketrampilan anak didik dan bukan berorientasi mencari keuntungan. Pengkondisian area, lingkungan, suasana seperti di industri serta pembelajaran yang dirancang untuk menghasilkan produk/layanan jasa riil yang layak guna, semata-mata sebagai upaya agar anak didiknya mempunyai keterampilan, sikap, perilaku, dan budaya kerja industri, sehingga benar-benar siap kerja di dunia industri tanpa rasa canggung.

Pelaku utama pada proses pembelajaran berbasis produk atau jasa ini adalah siswa dengan bimbingan semua guru disekolahnya baik segi guru adaptif, normatif dan produktif. Sehingga semua tahapan pembelajaran termasuk penyusunan perangkat atau materi pelajaran baik teori maupun praktek serta magang industri harus disesuaikan dan dikaitkan dengan produk/ layanan jasa yang akan dikerjakan oleh siswa.

Panduan ini mencakup pengembangan TeFa yang dimaksud dalam Grand Design Pengembangan Teaching Factory (TeFa), sedangkan tentang pengembangan Teknopark akan di tuangkan dalam buku panduan tersendiri. Panduan ini juga diharapkan dapat memberikan kesamaan paham kepada semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan dan pelaksanaan TeFa sehingga dapat memberikan kontribusi dan dukungan sesuai fungsi dan tugasnya.

Pendahuluan
A. Latar Belakang

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya secara maksimal meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui berbagai program pendidikan, menanamkan jiwa wirausaha di setiap jenjang dan tingkat pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Direktorat PSMK) berpartisipasi dengan berupaya meningkatkan kompetensi kerja dan jiwa wirausaha lulusan SMK. Direktorat Pembinaan SMK dalam Rencana Strategis 2015 -2019 memiliki visi terbentuknya insan dan ekosistem pendidikan SMK yang berkarakter berlandaskan gotong royong. Salah satu program prioritas untuk merealisasikan visi tersebut adalah dengan program pengembangan pembelajaran teaching factory. Dalam RPJMN 2015 - 2019 telah ditargetkan 200 SMK akan mengikuti program pembelajaran kewirausahaan dan teaching factory.

Pembelajaran teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Implementasi teaching factory di SMK dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri, dan kompetensi yang dihasilkan oleh SMK. Pelaksanaan teaching factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan teaching factory juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.

Dalam proses pendidikan di SMK, keterlibatan DUDI dalam proses pembelajaran sangat penting, karena perkembangan teknologi dan prosedur/proses produksi/jasa sangat pesat. Penerapan teaching factory di SMK akan mendorong terbangunnya mekanisme kerjasama antar SMK dan DUDI yang saling menguntungkan, sehingga SMK akan selalu mengikuti perkembangan industri/Jasa secara otomatis dalam transfer teknologi, manajerial, perkembangan kurikulum, prakerin dan lainnya.

Dengan menerapkan pembelajaran teaching factory diharapkan akan meningkatkan kompetensi lulusan SMK yang relevan dengan kebutuhan industri/jasa sehingga akan berdampak pada penguatan daya saing tenaga kerja dan industri di Indonesia.

B. Landasan Hukum
  1. Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  3. Peraturan Presiden nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI).
  4. Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumberdaya Industri.
  5. Instruksi Presiden nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK.

Teaching Factory

A. Konsep Teaching Factory

Teaching factory dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dengan DUDI untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar. Model pembelajaran berbasis industri berarti bahwa setiap produk praktik yang dihasilkan adalah sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomi atau daya jual dan diterima oleh pasar. Sinergi antara SMK dengan industri merupakan elemen kunci sukses utama dalam teaching factory, dimana Teaching factory akan menjadi sarana penghubung untuk kerjasama antara sekolah dan industri.

B. Tujuan Teaching Factory di SMK

Meningkatkan kesiapan kerja, menyelaraskan kompetensi dan membangun berkarakter kerja lulusan SMK sesuai tuntutan dunia Usaha dan Industri (DUDI) melalui proses pembelajaran berbasis produk/jasa (rekayasa Perangkat Pembelajaran) yang diselenggrakan di lingkungan, suasana, tatakelola dan aturan standar DUDI atau tempat kerja/usaha sebenarnya.

C. Prinsip Teaching Factory di SMK
  1. Perangkat pembelajaran dirancang berbasis produk/jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
  2. Siswa terlibat sepenuhnya secara langsung dalam proses pembelajaran berbasis produksi, sehingga kompetensi siswa terbangun melalui pengalaman pribadi dalam membuat, mengerjakan dan atau menyelesaikan produk/jasa berdasarkan standar, aturan dan norma-norma kerja di DUDI.
  3. Sesuai dengan tingkatannya, perangkat pembelajaran dirancang dengan berorientasi pada pembuatan produk/jasa sesuai faktor psikologi peserta didiknya (CBT – PBT) sehingga mampu meningkatkan kompetensi, meningkatkan kesiapan kerja dan membangung karakter kerja serta peserta didik sesuai kebutuhan DUDI.
  4. Sertifikasi kompetensi siswa dapat atau dimungkinkan dirterbitkan disetiap tingkatan kompetensinya sesuai dengan produk/jasa yang telah diselesaikan.
  5. Fungsi dan keberadaan semua sumber daya sekolah dari fasilitas, tenaga pengajar, staff, bahan dan tatakelola dikondisikan/difungsikan untuk membangun lingkungan dan suasana DUDI atau tempat kerja/usaha yang sebenarnya.
  6. Pelaksanaan kegiatan produksi atau layanan jasa bersifat nirlaba/non-profit karena merupakan bagian dari proses pembelajaran TeFa yang dilakukan oleh siswa.
  7. Pemanfaatan produk/jasa pembelajaran berbasis TeFa dilakukan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

E. Nilai-nilai Dasar Teaching Factory di SMK

Beberapa nilai dasar yang harus dikembangkan untuk mendukung kesiapan implementasi teaching factory, diantaranya:
  1. Sense of quality (sadar mutu), memberikan keterampilan dasar kepada peserta didik yang berkaitan dengan standar objektif kualitas.
  2. Sense of efficiency (sadar mutu, waktu dan biaya), membekali peserta didik dengan kemampuan untuk bekerja secara efisien guna menciptakan efisiensi kerja yang optimal dan mengukur tingkat produktivitas seperti praktik yang umumnya dilakukan oleh industri.
  3. Sense of creativity and innovation (kreatif dan inovatif), mengajarkan peserta didik untuk bekerja secara kreatif dan inovatif, melatih kemampuan problem solving sebagai ukuran kreativitas, dan kemampuan untuk melihat peluang-peluang baru di industri seperti produk, desain dsb.

F. Profil/Ciri SMK Teaching Factory
  1. Lingkungan, suasana, tatakelola dan aturan sekolah khususnya di worksop/bengkel telah dikondisikan sesuai dengan standar DUDI atau tempat kerja/usaha sebenarnya.
  2. Pembelajaran telah mengunakan perangkat/instrument/format untuk melakukan kegitan/aktifitas produksi barang dan atau jasa standar DUDI atau tempat kerja/usaha.
  3. Hasil pembelajaran siswa berupa produk atau jasa riil/utuh seperti di pasaran/digunakan atau dibutuhkan masyarakat pada umumnya.
  4. Adanya sistem manajemen produksi (Analisa produk, proses, evaluasi, pengembangan dan penyimpanan/pemanfaatan produk/jasa).

Strategy Pengembangan Teaching Factory

Pengembangan model pembelajaran TeFa pada dasarnya dilakukan dengan:
  1. Mengkondisikan sumberdaya sekolah khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran praktek menjadi seperti keberadaan di DUDI dan
  2. Merekayasa pembelajaran praktek dengan proses produksi menggunakan insturumen/format perencanaan produk/layanan jasa yang umum dilakukan dan digunakan di DUDI.

    Download Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK ini silahkan lihat dan unduh file pada link di bawah ini:

    Download File:
    Dowload UU No. 20 Tahun 2003 - Sistem Pendidikan Nasional.pdf
    Download UU No. 13 Tahun 2003 - Ketenagakerjaan.pdf
    Download Salinan Inpres No. 9 Tahun 2016 - Revitalisasi SMK Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia.pdf
    Download Perpres No. 8 Tahun 2012 - Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.pdf
    Download PP No. 41 Tahun 2015 - Pembangunan Sumber Daya Industri.pdf
    Donwload Panduan Pengembangan Teaching Factory.pdf

    Sumber:
    http://psmk.kemdikbud.go.id
    Subdit Kurikulum - Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Panduan Pelaksanaan dan Dokumen Teaching Factory SMK. Semoga bisa bermanfaat.

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel