Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021)

Berikut ini adalah berkas Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021). Download file format PDF.

Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021)
Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021)

Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021):

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
NOMOR 781 TAHUN 2021
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DI MADRASAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mengukur keberhasilan proses pembelajaran dan tingkat pencapaian standar kompetensi lulusan peserta didik madrasah perlu dilakukan penilaian hasil belajar oleh setiap satuan pendidikan madrasah;

b. bahwa dalam rangka menjamin standard kualitas soal tes hasil belajar pada madrasah perlu disusun petunjuk teknis penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) bagi guru madrasah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah.

Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301;)
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
  5. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama;
  6. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 66 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Madrasah;
  7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
  8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
  9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
  13. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
  14. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 184 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum di Madrasah;
  15. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 183 Tahun 2014 tentang Kurikulum Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah;
  16. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar pada Madrasah Ibtidaiyah;
  17. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5162 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar pada Madrasah Tsanawiyah;
  18. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3751 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar pada Madrasah Aliyah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SOAL HIGHER ORDER TINKING SKILLS (HOTS) PADA MADRASAH

KESATU : Menetapkan Petunjuk Teknis Penyusunan Soal Higher Order Tinking Skills (HOTS) pada Madrasah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman dalam pengelolaan penilaian pembelajaran madrasah oleh pemangku kepentingan madrasah, khususnyan dalam penyusunan soal ujian di madrasah;

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Februari 2021

DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
ttd.
MUHAMMAD ALI RAMDHANI

LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL GURUAN ISLAM NOMOR 781 TAHUN 2021 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) PADA MADRASAH

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)
PADA MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 telah mengalami penyempurnaan beberapa kali. Salah satu dasar penyempurnaan kurikulum tersebut adalah adanya tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal banyak terkait dengan harapan makin praktis dan efektifnya kurikulum menunjang proses pembelajaran yang berkualitas. Sedangkan tantangan eksternal banyak terkait dengan kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif, budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat dunia.

Isu perkembangan pendidikan di tingkat dunia mengharuskan peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasionaltuntutan kehidupan masa depan. Oleh karena itu, standar penilaian perlu mengalami perubahan yaitu dengan mengadaptasi secara bertahap model-model penilaian yang mengedepankan kompetensi berfikir dan kreativitas. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills), karena berpikir tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kebutuhan kehidupan nyata.

Hasil studi internasional Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015 dan 2018 menunjukkan bahwa prestasi literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical literacy), dan literasi sains (scientific literacy) yang dicapai peserta didik Indonesia sangat rendah. Pada umumnya kemampuan peserta didik Indonesia sangat rendah dalam: (1) memahami informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4) melakukan investigasi.

Berdasarkan fakta di atas, maka penilaian yang dikembangkan oleh guru madrasah diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian peserta didik untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menyusun Petunjuk Teknis Penulisan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).

B. Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis

Petunjuk teknis ini disusun untuk:
  1. Memberikan pemahaman kepada guru madrasah tentang konsep penyusunan soal HOTS;
  2. Mengembangkan keterampilan guru madrasah untuk menyusun butir soal HOTS;
  3. Menjadi rujukan dalam penyusunan soal di madrasah.

C. Ruang Lingkup

Petunjuk teknis penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) terdiri atas konsep penilaian, penyusunan kisi-kisi, penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS), dan teknik penulisan soal.

D. Sasaran

Petunjuk Teknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ini ditujukan kepada:
  1. Guru madrasah;
  2. Kepala Madrasah;
  3. Pengawas Madrasah;
  4. Pengambil Kebijakan dalam penilaian pembelajaran madrasah.

BAB II KONSEP PENILAIAN

A. Pengertian

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan data atau informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pengumpulan informasi tersebut ditempuh melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sistem penilaiannya. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Penilaian harus dilakukan secara efektif. Oleh karena itu, meskipun informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan berbagai upaya, tapi kumpulan informasi tersebut tidak hanya lengkap dalam memberikan gambaran, tetapi juga harus akurat untuk menghasilkan keputusan.

Pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik memerlukan metode dan instrumen penilaian, serta prosedur analisis sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan Kompetensi Dasar (KD) sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik. Untuk mengetahui ketercapaian KD, guru harus merumuskan sejumlah indikator sebagai acuan penilaian.

Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar tetapi juga pada proses belajar. Peserta didik juga mulai dilibatkan dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri sebagai sarana untuk berlatih melakukan penilaian diri.

B. Pendekatan Penilaian

Penilaian konvensional cenderung dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Dalam konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Pemanfaatan penilaian bukan sekadar mengetahui pencapaian hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).

Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan guruan pada jenjang tertentu. Setiap guru melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil belajar setelah proses pembelajaran selesai, berarti guru tersebut melakukan assessment of learning. Ujian Madrasah dan berbagai bentuk penilaian sumatif merupakan assessment of learning (penilaian hasil belajar).

Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Dengan assessment for learning guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh guru untuk meningkatkan performa dalam memfasilitasi peserta didik. Berbagai bentuk penilaian formatif, misalnya tugas, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-contoh assessment for learning (penilaian untuk proses belajar).

Assessment as learning mempunyai fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning. Dalam assessment as learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal.

Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh guru dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning.

C. Prinsip Penilaian

Penilaian harus memberikan hasil yang dapat diterima oleh semua pihak, baik yang dinilai, yang menilai, maupun pihak lain yang akan menggunakan hasil penilaian tersebut. Hasil penilaian akan akurat bila instrumen yang digunakan untuk menilai, proses penilaian, analisis hasil penilaian, dan objektivitas penilai dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dirumuskan prinsip-prinsip penilaian yang dapat menjaga agar orientasi penilaian tetap pada framework atau rel yang telah ditetapkan. Penilaian harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Sahih

Agar penilaian sahih (valid) harus dilakukan berdasar pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. Untuk memperoleh data yang dapat mencerminkan kemampuan yang diukur harus digunakan instrumen yang sahih juga, yaitu instrumen yang mengukur apa yang seharusnya diukur.

2. Objektif

Penilaian tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Karena itu perlu dirumuskan pedoman penilaian (rubrik) sehingga dapat menyamakan persepsi penilai dan mengurangi subjektivitas. Penilaian kinerja yang memiliki cakupan, otentisitas, dan kriteria penilaian sangat kompleks. Untuk penilai lebih dari satu perlu dilihat reliabilitas atau konsistensi antar penilai (inter-rater reliability) untuk menjamin objektivitas setiap penilai.

3. Adil

Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, gender, dan hal-hal lain. Perbedaan hasil penilaian semata-mata harus disebabkan oleh berbedanya capaian belajar peserta didik pada kompetensi yang dinilai.

4. Terpadu

Penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Penilaian merupakan proses untuk mengetahui apakah suatu kompetensi telah tercapai. Kompetensi tersebut dicapai melalui serangkaian aktivitas pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak boleh menyimpang dari pembelajaran.

5. Terbuka

Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketahui oleh siapapun. Dalam era keterbukaan seperti sekarang, pihak yang dinilai dan pengguna hasil penilaian berhak tahu proses dan acuan yang digunakan dalam penilaian, sehingga hasil penilaian dapat diterima oleh siapa pun.

6. Menyeluruh dan Berkesinambungan

Penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Instrumen penilaian yang digunakan, secara konstruk harus merepresentasikan aspek yang dinilai secara utuh. Penilaian dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselenggarakan sepanjang proses pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assessment as learning, assessment for learning, dan assessment of learning secara proporsional.

7. Sistematis

Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. Penilaian diawali dengan pemetaan, identifikasi, analisis KD, dan indikator ketercapaian KD. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian.

8. Beracuan Kriteria

Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Peserta didik yang sudah mencapai kriteria minimal disebut tuntas, dapat melanjutkan pembelajaran untuk mencapai kompetensi berikutnya, sedangkan peserta didik yang belum mencapai kriteria minimal wajib menempuh pembelajaran remedial.

9. Akuntabel

Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Akuntabilitas penilaian dapat dipenuhi bila penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, sebagaimana telah diuraikan di atas. Bahkan perlu dipikirkan konsep meaningfull assessment. Selain dipertanggungjawabkan teknik, prosedur, dan hasilnya, penilaian juga harus dipertanggungjawabkan kebermakna annya bagi peserta didik dan proses belajarnya.

BAB III PENYUSUNAN KISI-KISI

A. Pengertian kisi-kisi

Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks berisi informasi yang dapat dijadikan pedoman untuk menulis atau merakit soal. Kisi- kisi disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes. Penyusunan kisi-kisi merupakan langkah penting yang harus dilakukan sebelum penulisan soal. Jika beberapa penulis soal menggunakan satu kisi-kisi akan dihasilkan soal-soal yang relatif sama (paralel) dari tingkat kedalaman dan cakupan materi yang ditanyakan.

B. Fungsi Kisi-kisi

Kisi-kisi dalam sebuah penyusunan soal memiliki peran yang amat penting agar soal yang dihasilkan mampu mengukur kompetensi peserta didik. Adapun fungsi kisi-kisi antara lain:
  1. Sebagai panduan dalam penyusunan soal agar diperoleh soal yang valid ditinjau dari aspek isi materi (content validity) melalui kesesuaian antara cakupan materi, indikator, sub indikator sampai dengan butir soal.
  2. Sebagai acuan bagi penyusun soal agar soal yang dibuat sesuai dengan tujuan tes terkait apakah tes prediktif atau tes ketuntasan belajar.
  3. Membantu penyusun soal dalam menentukan proporsi jumlah soal sesuai dengan tingkat kesulitan materi sekaligus penentuan pembobotan penilaian.

C. Syarat kisi-kisi

Kisi-kisi tes yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan.
  2. Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami.
  3. Indikator soal harus jelas supaya dapat dikembangkan menjadi butir soal.

D. Komponen Kisi-kisi

Komponen-komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi disesuaikan dengan tujuan tes. Komponen kisi-kisi terdiri atas komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas diletakkan di atas komponen matriks. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang madrasah, peminatan, mata pelajaran, tahun pelajaran, kurikulum yang diacu, alokasi waktu, jumlah soal, dan bentuk soal. Komponen-komponen matriks berisi kompetensi dasar yang diambil dari kurikulum, kelas dan semester, materi, indikator, level kognitif, dan nomor soal.

Langkah-langkah menyusun kisi-kisi:
  1. menentukan KD yang akan diukur;
  2. memilih materi yang esensial;
  3. merumuskan indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi dan level kognitif.

Kriteria pemilihan materi yang esensial:
  1. lanjutan/pendalaman dari satu materi yang sudah dipelajari sebelumnya.
  2. penting harus dikuasai peserta didik.
  3. sering diperlukan untuk mempelajari mata pelajaran lain.
  4. berkesinambungan pada semua jenjang kelas.
  5. memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

E. Indikator

Indikator dijadikan acuan dalam membuat soal. Di dalam indikator tergambar level kognitif yang harus dicapai dalam KD. Kriteria perumusan indikator:
  1. Memuat ciri-ciri KD yang akan diukur.
  2. Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur (satu kata kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih dari satu kata kerjaoperasional untuk soal uraian).
  3. Berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih.
  4. Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.

Komponen-komponen indikator soal yang perlu diperhatikan adalah subjek, perilaku yang akan diukur, dan kondisi/konteks/stimulus.

F. Level Kognitif

Level kognitif merupakan tingkat kemampuan peserta didik secara individual maupun kelompok yang dapat dijabarkan dalam tiga level kognitif berikut
  1. Level 1: menunjukkan tingkat kemampuan yang rendah yang meliputi pengetahuan dan pemahaman (knowing dan understanding),
  2. Level 2: menunjukkan tingkat kemampuan yang lebih tinggi yang meliputi penerapan (applying).
  3. Level 3: menunjukkan tingkat kemampuan tinggi yang meliputi penalaran (reasoning). Level 3 meliputi tingkat kognitif analisis, evaluasi, dan mencipta.

BAB IV
PENYUSUNAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)

A. Pengertian

Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan Kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memroses dan menerapkan informasi,3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit dari pada soal recall.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing- C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Padapemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tida kterjebak pada pengelompokan KKO. Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

Penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam konteks HOTS. Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.

Dalam mengembangkan stimulus, penulis soal HOTS harus memperhatikan empat kriteria berikut ini.
  1. Edukatif yaitu mendidik dan menghindari hal-hal yang negatif;
  2. Menarik yaitu variatif berupa antara lain narasi, infografis, gambar, tabel, teks bacaan, foto, kasus, foto, rumus, teks drama, penggalan cerita, peta, daftar kata, simbol, contoh, dan suara yang direkam;
  3. Inspiratif yaitu mampu mengembangkan imajinasi dan keingintahuan;
  4. Kekinian yaitu sesuai dengan kondisi terbaru (kontekstual).

B. Karakteristik

Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:
a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat initerkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan(creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuanyang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulanmodel padakesimpulankonteksmasalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;
b. Tugas-tugasmerupakan tantangan yang dihadapkan dalamdunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satujawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

    Download Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Download Juknis Penyusunan Soal HOTS di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021).pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Juknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Madrasah (Kepdirjen Pendis Nomor 781 Tahun 2021). Semoga bisa bermanfaat.

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel