Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0

Berikut ini adalah berkas Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0. Download file format PDF.

Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0
Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0

Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0

Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0 ini diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMK - Dirjen Dikdasmen - Kemdikbud RI.

Dan berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0:

Pendahuluan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia mengalami perubahan yang dinamis dan adaptif setiap waktu. Berbagai metode pembaharuan dieksperimentasikan kepada SMK sebagai upaya dalam peningkatan mutu pendidikan berkelanjutan. Dorongan menuju SMK berorientasi masa depan menjadi spirit dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan namun menjadi beban baru bagi tataran mikro yaitu SMK. Dari perubahan kurikulum, uprading sarana dan prasarana, digitalisasi, link and match, kebutuhan sumber daya manusia, serta masalah lain yang kompleks menyebabkan SMK mengalami turbulensi eksternal (lingkungan) dengan tantangan dan ancaman yang beragam karakterisknya. Kajian ini sangat tepat untuk mengungkapkan sejauh mana kesiapan SMK dalam menghadapi turbulensi lingkungan Abad 21. Selain itu, kajian menawarkan beberapa alternative metode penyelesaian turbulensi yang dikemas dalam Good School Governance sebagai linierisasi roadmap pengembangan SMK yaitu tata kelola.

Hasil kajian menyimpulkan bahwa lebih dari 50% SMK di Indonesia baik tingkat provinsi, status sekolah, dan status akreditasi menyatakan belum siap menghadapi turbulensi lingkungan. Turbulensi yang cenderung unpredictable, dinamis, dan chaos menyebabkan tata kelola internal sekolah berefek pada ketidakkondusifan pengelolaan yang berdampak pada mutu layanan pendidikan. Strategi Strenght, Weakness, Opportunity, Thread (SWOT), Ansoff Model Analysis, Arsitektur Strategik, Fishbone Diagram, School Turbulence Mitigation System, dan Good School Governance (GSG) dapat menjadi penangkal terjadinya turbulensi dan membawa SMK maju kedepan dengan daya saing internasional yang tinggi. GSG memperbarui sistem manajemen di SMK dengan mengantisipasi implementasi 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) terhadap turbulensi kebijakan, teknologi, pasar tenaga kerja, dan daya saing.

Tantangan serta peluang eksternal perlu disikapi secara positif untuk continuous improvement aplikasi SNP. SMK perlu menciptakan School Culture 4.0, Sistem Informasi Manajemen Good-School Governance (SIM-GSG), Sistem Penjaminan Mutu Internal, Industrial school board dalam standar tata kelola. SMK perlu memperbanyak otonomi pengelolaan layanan melalui Badan Layanan Umum Daerah, penyiapan sistem informasi pembiayaan sekolah, membuat Indeks Stabilitas Sistem Keuangan antar SMK serta mengupgrade alat/mesin konvensional melalui kemandirian teknologi 4.0. Dalam sisi peningkatan layanan pendidikan, SMK perlu membuat Smart Management of Infrastructure Technology, memperbarui fasilitas sekolah yang aman, nyaman, modern, digitalisasi, ergonomik, berorientasi K3, menyenangkan, interkoneksi, smart area dan aksesabel oleh pengguna, membuat Good School Facilities Condition Index. Pada kacamata SDM, SMK perlu mempersiapkan program nolisasi SDM dengan jenjang pendidikan S1 disertai dengan sertifikat kompetensi keahlian, keterampilan Smart Human Resources 4.0, layanan pendidikan berbasis trustworthy with big data, dan Recognition Prior Learning.

Pada tataran pembelajaran, SMK mulai mendiseminasikan penggunaan perangkat pembelajaran vokasional 4.0, redesain Industry 4.0 Curriculum, teaching factory dengan sistem One-School One-Property Rights, membuat petunjuk teknis Indonesian Students Skills Index. Selain itu, perlu mengaplikasikan Smart Classroom Pembelajaran berbasis Science, Technology, Reading, Arts, Engineering, Mathematic (STREAM), memperbarui program Student Entrepreneurial Index dan Entrepreneurial School Awards. Kebaharuan segala aspek tersebut pada akhirnya akan bermuara bagaimana sekolah siap menghasilkan lulusan dengan mempersiapkan apapun yang terjadi di masa depan yang sulit untuk diprediksi.

Kajian ini memiliki makna besar untuk SMK dalam merumuskan kebijakan dengan berorientasi masa depan serta membuka wawasan seluas-luasnya dengan dunia internasional. Dengan membuka pikiran para pimpinan sekolah, diharapkan SMK dapat menghadapi turbulensi yang diperkirakan semakin besar goncangannya, semakin cepat perubahannya, dan semakin cepat terdisrupsinya bagi sekolah yang tidak siap berkompetisi.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami berbagai macam turbulensi lingkungan yang akan dihadapi di masa depan. Turbulensi meliputi turbulensi pasar tenaga kerja, turbulensi teknologi, turbulensi kebijakan, dan turbulensi daya saing. Tantangan SMK semakin berat dengan isu-isu strategis internasional yang dapat mendisrupsi sekolah dari peredaran kemajuan pendidikan 4.0. Berbagai tantangan dan peluang menjadi hambatan sekaligus dorongan untuk meningkatkan kapabilitas SMK dalam menghadapi turbulensi yang sifat unpredictable, dinamis, dan bersifat merusak sistem yang ada. Kepemimpinan perubahan SMK diuji kemampuannya untuk melakukan terobosan-terobosan strategi menghadapi berbagai macam tuntutan serta perubahan untuk pengembangan revitalisasi SMK.

Buku kajian ini dapat menjadi pedoman bagi organisasi sekolah dalam mengelola turbulensi dengan menggunakan Good-School Governance. Kombinasi dari berbagai macam strategi dapat menjadi langkah perubahan SMK untuk menangkap turbulensi yang sifatnya positif seperti revolusi industri 4.0 dan society 5.0, dan menangkal turbulensi masa depan yang sifatnya merusak sistem yang ada di tata kelola SMK. Buku ini merupakan hasil kajian bersama antara Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan (LPMPP) Universitas Negeri Yogyakarta bersama Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan peserta Focus Group Disscussion dari kalangan sekolah, stakeholder, dan industri. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu menjembatani permasalahan lapangan yang dijumpai organisasi sekolah agar iklim organisasi meningkat dan bersiap dengan cepat serta tanggap terhadap perubahan yang terjadi di masa yang akan datang.

Rasional

Sekolah Menengah Kejuruan memasuki babak baru perkembangan teknologi eperti revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Tantangan dan peluang tersebut udah di depan mata para pengelola Pendidikan SMK. Pelaku Pendidikan erta ekosistem di dalamnya tidak dapat menghindar dengan yang disebut ebagai turbulensi lingkungan. Turbulensi yang tidak dapat diprediksi dapat menggoncangkan iklim organisasi di dalam sekolah. Perlu pertahanan yang matang untuk melawan turbulensi serta menangkalnya dengan berbagai alternatif strategi. Kajian ini menjadi rujukan bagi SMK untuk siap dalam menghadapi turbulensi apapun dengan kapabilitas yang dimiliki sekolah.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) yang dinamis dan semakin pesat menyebabkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami turbulensi-turbulensi lingkungan. Turbulensi lingkungan didefinisikan sebagai dinamika ketidakpastian lingkungan yang ditandai oleh perubahan tingkat tinggi, kesulitan untuk memprediksi dan memiliki dampak besar (Nashiruddin, 2018). Ini artinya, SMK selalu dihadapi ketidakpastian perubahan dan tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang. Sebagai contoh, SMK telah mengalami beberapa perubahan kurikulum sejak Abad 21 ini seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kurikulum 2013, dan Pembaharuan dari Kurikulum 2013. Selain itu perubahan jaman seperti masuknya IT dalam pembelajaran, penggunaan e-learning, adaptive learning, revolusi industri 4.0, 4C’s (creative, critical thinking, communication, dan collaboration), pembelajaran STEM (scientific, technology, engineering, dan mathematics), dan perubahan-perubahan lain yang tidak dapat diprediksi sekolah bahkan pemerintah.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi fokus dalam Nawacita Presiden Joko Widodo khususnya dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing melalui kebijakan Revitalisasi SMK yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Salah satu Strategi Implementasi Revitalisasi SMK yang sedang dikembangkan adalah Sarana dan Prasana dan Teaching Factory (Direktorat Jenderal Pembinaan SMK, 2017). Teaching factory merupakan perpaduan dari konsep pembelajaran Competency-based Training (CBT) dan Production-based Education and Training (PBET) yang mempelajari kompetensi dasar dan mengaplikasikan kompetensi (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2014). Dalam teaching factory, keterampilan (lifeskill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/konsumen. Dengan perkataan lain, untuk mencapai kompetensi tertinggi, jobsheet dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar kerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar artinya kualitasnya sudah dipercayai pasar, bukan produk gagal. Proses penerapan program TeFa adalah dengan memadukan konsep bisnis dan pendidikan kejuruan sesuai dengan kompetensi keahlian yang relevan.

Adanya Abad 21 sekarang ini memiliki banyak era baru yang harus ditempuh oleh SMK khususnya pengelola bengkel dan laboratorium. Beberapa pergeseran sistem pembelajaran mulai dari scientific approach, pendekatan 4 C’s, teaching factory, era industri 4.0 melalui tema baru yaitu Internet of Things, sampai pembelajaran yang berorientasi Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM) perlu dikombinasikan dengan pengembangan bengkel dan laboratorium Abad 21. Adanya Permendiknas No.40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK serta Permendikbud No.8 Tahun 2018 tentang DAK Fisik Bidang Pendidikan SMK menjadi pegangan para pengelola bengkel dan laboratorium SMK apakah telah sesuai dengan derasnya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) dalam tataran global. Untuk itu, bengkel atau laboratorium perlu didesain sebagai tempat yang menyenangkan dengan menyediakan lingkungan untuk simulasi siswa dalam mengaplikasikan dalam bentuk praktik dari pengetahuan teori yang di dapat.

Turbulensi lingkungan yang dihadapi SMK dapat berubah terus-menerus, substansial, tidak pasti, tidak dapat diprediksi (Sihotang, et al., 2016). Rhenald Kasali menyebutnya sebagai disrupsi teknologi bagi individu yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman. Ada karakter khusus turbulensi yang diidentifikasi yaitu: perubahan, ketidakpastian, radikal, dan ketidakpastian (Nashiruddin, 2018). Lingkungan dianggap sangat turbulen yang dapat berubah dan kompleks, ditandai dengan: 1) peningkatan kebaruan perubahan, 2) peningkatan intensitas lingkungan, 3) peningkatan kecepatan perubahan; dan 4) kompleksitas lingkungan (Penc-Pietrzak, 2014; Staniec, 2018). Ini artinya, SMK harus semakin siap dengan kapabilitas yang dimilikinya untuk bertahan hidup secara adaptif dan berjuang menembus turbulensi-turbulensi lingkungan yang terjadi dimanapun dan kapanpun. SMK memiliki tantangan yang berat ketika harus memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan yang akan datang. Profil tenaga kerja industri yang sulit untuk diprediksi menyebabkan arah serta visi sekolah perlu di upgrade sesuai dengan perkembangan jaman.

Tantangan dan perubahan yang cepat menuntut SMK selalu memperhatikan keseimbangan organisasi didalamnya. Tata kelola yang kurang tepat dapat menyebabkan ketertinggalan dalam perubahan jaman, terdisrupsi, pengelolaan yang tidak efektif dan efisien, serta output yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Direktorat Pembinaan SMK merekomendasikan kepada SMK untuk menerapkan tata kelola Good Governance School (GSG) dalam menghadapi turbulensi lingkungan Abad 21. GSG seperti firewall/benteng pertahanan dari segala serangan berbagai macam turbulensi baik dari turbulensi daya saing, pasar, kebijakan, dan teknologi.

GSG memiliki delapan prinsip utama yaitu 1) Partisipasi (Participation): 2) Penegakan Supremasi Hukum (Rule of law); 3) Transparan; 4) Responsif; 5) Orientasi pada Konsensus (Consensus oriented); 6) Persamaan derajat dan inkusifitas (Equity and inclusiveness); 7) Efektif dan Efisien; 8) Akuntabilitas (Kefela, 2011; Vyas-Doorgapersad & Aktan, 2017). Organisation for Economic Co- operation and Development (2013) merekomendasikan untuk tata kelola sekolah yang baik harus memiliki syarat yaitu: otonomi sekolah, independen, memiliki stakeholder dari sektor public (pemerintah) dan privat (swasta), kekuatan manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah. Jika GSG sebagai sistem manajemen sekolah serta pengganti dalam manajemen berbasis sekolah (MBS), maka ideologi dalam tata kelola sekolah menentukan kekuatan dalam menghadapi tantangan turbulensi lingkungan dan menangkap secara optimal peluang yang ada dalam turbulensi tersebut. Perlunya pemahaman tentang GSG bagi sekolah memberikan upaya dalam mempersiapkan dan memprediksi pengelolaan sekolah di masa yang akan datang baik menangkap peluang serta menangkal segala pengaruh-pengaruh negatif yang merugikan sivitas sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi SMK Revitalisasi, maka perlu dilakukan kajian secara komprehensif untuk memberikan rekomendasi kebijakan kepada DPSMK dalam strategi menghadapi turbulensi lingkungan di SMK melalui penguatan kapabilitas SMK dengan sistem manajemen GSG. Kajian ini memberikan arahan bagaimana menghasilkan panduan bagi sekolah revitalisasi bagaimana menghadapi derasnya turbulensi lingkungan yang harus ditangkap serta diwaspadai untuk tujuan penguatan kelembagaan sekolah. Melalui sistem manajemen GSG yang terpadu diharapkan semakin memperkuat kapabilitas SMK dalam menghadapi berbagai macam perubahan di masa yang akan datang yang dinamis, tidak tentu, dan sulit diprediksi. Harapan dari kajian ini adalah SMK mampu menjadi sekolah yang adaptif dan selalu mengikuti perkembangan jaman agar profil lulusannya sesuai dengan perkembangan kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang.

Pendidikan Kejuruan dalam Berbagai Hambatan dan Tantangan

Pendidikan kejuruan merupakan tempat bagi peserta didik untuk membentuk kompetensi agar siap bekerja dan berwirausaha. Pendidikan kejuruan mengalami disrupsi teknologi sejak masuknya revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Tantangan perubahan dalam segala elemen pendukung pengelolaan Pendidikan kejuruan menjadi amanat yang harus diwujudkan untuk mendukung program Making Indonesia 4.0. SMK sebagai salah satu Pendidikan kejuruan yang memiliki peran andil dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing dengan pasar tenaga kerja global.

Kondisi pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan, terus berubah dari waktu ke waktu. Faktor-faktor lain dari lingkungan eksternal, terutama kebijakan pemerintah dan lingkungan industri menjadi warna dalam perubahan pendidikan kejuruan (Khurniawan, 2019). Terdapat sebagian dari warna perubahan tersebut yang dapat diadaptasi dengan baik oleh pendidikan kejuruan. Sementara itu, sebagian warna perubahan yang lain perlu digoreskan dengan paksaan atau intervensi kebijakan. Namun demikian, ada pula kalanya warna perubahan justru menimbulkan keadaan yang tidak pasti bagi pendidikan kejuruan. Ketidakpastian yang timbul tersebut dapat diasosiasikan sebagai turbulensi dalam perjalanan sebuah pesawat terbang. Turbulensi ini dapat menghambat upaya pengembangan pendidikan kejuruan atau bahkan menjatuhkan upaya tersebut. Sekolah sebagai unit terdepan dalam pendidikan kejuruan akan diuji ketangguhannya. Sekolah kejuruan yang tangguh akan mampu mengendalikan potensinya untuk menghadapi dan melalui turbulensi tersebut. Namun di lain sisi, tidak menutup kemungkinan akan adanya sekolah yang harus patah sayapnya dan jatuh ketika melewati turbulensi. Tentunya, strategi mitigasi yang tepat perlu disusun untuk menghindari hal demikian.

Keberadaan sekolah kejuruan di tanah air dapat kita lihat kembali pada era pelayaran VOC. Sekolah kejuruan pertama, Academie der Marine, muncul pada 1743 akibat kebutuhan tenaga yang ahli di bidang kemaritiman, khususnya pelayaran (Khurniawan, 2019). Namun demikian, sekolah ini kemudian berhadapan langsung dengan turbulensi pada dua belas tahun kemudian, ketika terjadi perubahan peta daya saing lulusan dan rendahnya minat terhadap sekolah ini. Kuatnya turbulensi yang dihadapi serta lemahnya kemampuan sekolah dalam memanfaatkan potensinya untuk menghadapi turbulensi yang timbul menjadi dugaan salah satu faktor signifikan ditutupnya sekolah ini pada 1755.

Kiprah sekolah kejuruan di tanah air kembali muncul pada era politik etis, dekade pertama abad ke-20, ketika pendidikan menjadi arus utama dalam kebijakan pemerintah kolonial. Kondisi politik ini juga didukung oleh peningkatan kebutuhan tenaga kerja yang ahli di berbagai bidang industri (Khurniawan, 2019). Namun demikian, jejak turbulensi di lingkungan sekolah kejuruan kembali muncul ketika terjadi peralihan kekuasaan. Pada awal kemerdekaan, sekolah kejuruan di Indonesia mengalami stagnansi akibat kondisi politik yang tidak stabil dalam upaya mempertahankan status kemerdekaan sehingga belum ada perhatian serius dari pemerintah pada pembangunan infrastruktur dan industri (Khurniawan, 2019). Akan tetapi, kondisi sekolah kejuruan pada masa ini masih lebih baik sehingga masih dapat bertahan ketika menghadapi turbulensi meskipun berakibat pada stagnansi.

Jejak turbulensi lingkungan sekolah kejuruan kembali muncul pada era orde baru. Industri dan pasar tenaga kerja di Indonesia berkembang sangat pesat. Namun demikian, sekolah kejuruan belum mampu memetakan serta memanfaatkan potensi yang dimilikinya sehingga hanya mampu mengisi lima puluh persen saja dari kebutuhan tenaga kerja yang ada (Khurniawan, 2019). kondisi semacam ini terus terulang dalam masa-masa berikutnya. Perubahan lingkungan yang cenderung tidak pasti muncul sangat cepat, melebihi kecepatan perkembangan faktor internal sekolah. Dampaknya, sekolah dapat kehilangan kendalinya karena adanya guncangan dari luar, baik dalam jangka yang singkat maupun dalam jangka panjang, atau bahkan secara permanen, seperti yang terjadi pada sekolah kejuruan pertama di tanah air, Academie der Marine.

Hadirnya gelombang revolusi industri ketiga menjadi salah satu kelanjutan dari perubahan lingkungan yang sangat cepat. Peran tenaga kerja ahli semakin tergeser oleh keberadaan teknologi komputer dan robot. Tenaga kerja yang diperlukan bukan lagi yang memiliki keahlian dalam operasi standar saja karena peran tersebut sudah tergantikan. Tenaga kerja di era ini kemudian dituntut untuk memiliki kompetensi lebih tinggi, yang belum tersentuh oleh teknologi komputer dan robot. Tentunya hal ini mendorong perubahan pada lingkungan eksternal sekolah kejuruan. Tentunya, hal ini kembali menghadirkan tantangan bagi sekolah kejuruan untuk mengejar perubahan yang muncul begitu cepat. Sekolah kejuruan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan baru inilah yang dapat bertahan.

Perubahan selanjutnya datang dengan lebih singkat, tetapi menghasilkan dampak yang lebih kuat. Revolusi industri keempat menghadirkan lingkungan tenaga kerja dengan tuntutan baru. Iklim industri serba daring menjadi tantangan yang sangat besar bagi sekolah kejuruan. Apalagi, dengan kondisi internal sekolah yang cenderung masih sulit untuk mengejar ketertinggalan ini.

Revolusi industri keempat telah membawa banyak perubahan di bidang ekonomi, termasuk dunia kerja, bahkan gaya hidup manusia. Konsep sharing menjadi pendobrak sekat-sekat industri dari era sebelumnya. Berbagai bentuk industri dan profesi baru, yang belum pernah terpikirkan, muncul seiring dengan revolusi pada tahap ini. Tentunya, peta arah tenaga kerja beserta pasarnya mengikuti perubahan ini. Kualifikasi tenaga kerja yang dituntut pun ikut berubah dan kembali menghadirkan turbulensi bagi lingkungan sekolah kejuruan sebagai pemasok. Sekolah kejuruan harus segera beradaptasi agar dapat terus eksis.

Iklim yang tidak pasti seperti ini belum berakhir. Tidak akan lama lagi, dunia industri di tanah air akan menghadapi gelombang revolusi baru. Revolusi industri yang keempat telah menghadirkan peluang terbukanya berbagai potensi ekonomi baru sekaligus membangkitkan ketakutan atas perubahan kondisi masyarakat secara drastis. Untuk menjawab ketakutan tersebut, gagasan atas revolusi berikutnya telah dicanangkan. Jika gelombang revolusi pertama hingga keempat terus mereduksi peran manusia dalam industri, gelombang selanjutnya justru diharapkan lebih berfokus pada peran manusia. Akan tetapi, bukan peran manusia sebagai pelaku operasi standar saja, melainkan sebagai inti dari berbagai teknologi yang telah diciptakan.

Sekolah kejuruan akan terus menghadapi lingkungan yang tidak pasti serta dapat memberikan guncangan pada kondisi internal. Oleh karena itu, sekolah kejuruan perlu memetakan ketidakpastian yang terjadi di lingkungannya. Sekolah kejuruan perlu bersiap dengan menyusun strategi mitigasi untuk menghadapi turbulensi sehingga dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Di lain sisi, sekolah kejuruan juga dapat menguatkan potensi internalnya untuk maju lebih jauh, bahkan mendahului ketidakpastian lingkungan eksternal yang akan timbul.

    Download Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Download File:
    Download Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku SMK - Turbulensi Pendidikan Vokasi Di Era Disrupsi 4.0. Semoga bisa bermanfaat.

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel