Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis
17 Jan 2020
Berikut ini adalah berkas Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis. Download file format PDF.
Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis
Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis ini diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMK - Dirjen Dikdasmen - Kemdikbud RI.
Dan berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis:
Pendahuluan
Permasalahan terkait dengan perubahan struktur kesempatan kerja di era revolusi industri 4.0 dan adanya kesenjangan kompetensi dihadapi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini. Program revitalisasi SMK yang saat ini berjalan memiliki peran yang sangat penting sebagai upaya menyiapkan lulusan SMK menjadi tenaga kerja terampil yang siap kerja di berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, industri, pariwisata, bahkan ekonomi kreatif. Program ini sekaligus menjawab pemasalahan terkait penyiapan sumber daya manusia yang unggul untuk mengolah potensi ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Teaching Factory menjadi bagian 10 langkah revitalisasi SMK yang dicanangkan pemerintah, namun terasa belum optimal. Pembelajaran TeFa memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Beberapa SMK telah sukses melaksanakan pembelajaran TeFa, namun ada juga SMK yang telah mencoba namun berhenti di jalan.
Potensi wilayah atau daerah merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah di Indonesia baik dalam sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manuasia (SDM), maupun sosial budaya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi dearah atau nasional. Dengan keanekaragaman geografis, SDM, SDA, dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia saat ini belum didukung dengan ketersediaan industri dan juga tenaga kerja trampil untuk memanfaatkan kekayaan tersebut. SMK diharapkan menjadi garda terdepan dalam pengemabangan dan pengolohan potensi-potensi daerah tersebut untuk menjadi penggerak ekonomi daerah dan yang akhirnya akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sehingga, pengambangan SMK dengan menyesuaikan potensi wilayah perlu dilakukan.
Berdasarkan uraiaan diatas maka ada 2 potensi yang bisa dikemas dalam sebuah kajian dalam rangka untuk mendukung program revitalisasi SMK yaitu potensi sekolah dan wilayah dikombinasikan dengan penyelenggaraan pembelajaran berbasis TeFa. Kajian terhadap model pengelolaan TeFa berbasis potensi sekolah dan wilayah perlu dilakukan sebagai rujukan bagaimana SMK akan memulai menyelenggarakan dan mengelola TeFa hingga menjadi sekolah mandiri yang mampu menghasilkan lulusan yang siap masuk ke dunia kerja. Sehingga fokus pada kajian ini adalah “Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis)”. Melalui kajian ini diharapkan tersusun pedoman pengelolaan pembelajaran teaching factory pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi sekolah dan wilayah.
Latar Belakang
Perubahan struktur kesempatan kerja di ere revolusi industri 4.0 dan adanya kesenjangan kompetensi lulusan menjadikan masalah yang dihadapi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini. Namun, animo masyarakat dalam mempercayakan pendidikan putra/putrinya ke SMK meningkat ditiap tahunya. Jumlah siswa SMK per 2019 adalah 5.034.496 Siswa yang tersebar pada 9 bidang keahlian (Dit PSMK, 2019), seperti telihat pada Tabel 1.1. Pertumbuhan jumlah siswa SMK baik negeri maupun swasta menunjukkan trend yang semakin meningkat, dimana jumlah SMK Bidang Keahlian teknologi informasi menduduiki perikat teratas disusul Bidang keahlian Teknologi dan rekayasa, dan Bidang keahlian Bisnis dan manajemen (Gambar 1.1). Keberadaan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang diikuti dengan nota kesepahaman antar kementerian terkait, telah menjadi motor penggerak untuk kemajuan pendidikan SMK di Indoonesia. Lima area revitalisasi SMK telah ditetapkan yang meliputi: 1) Kurikulum, 2) Guru dan Tenaga Kependidikan, 3) Kerjasama dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), 4) Sertifikasi dan Akreditasi dan 5) Sarpras dan Kelembagaan. Keberlangsungan revitalisasi pada 5 area tersebut didukung dengan 10 langkah revitalisasai. Sehingga revitalisasi SMK yang saat ini berjalan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya SMK dapat menyediakan tenaga kerja terampil yang siap kerja diberbagai sektor ekonomi seperti pertanian, industri, pariwisata, dan bahkan ekonomi kreatif.
Di sisilain, wilayah Indonesia dengan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki memerlukan sumber daya manusia yang unggul untuk mengelolanya. Program revitalisasi SMK diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Hal in sangat dekat dengan langkah revitalisasi ke 5 yaitu “Teaching Factory (TeFa)”, langkah ke 9 yaitu “Mengembangkan Kearifan Lokal” dan langkah ke 10 yaitu SMK sebagai Penggerak Ekonomi Lokal. Meskipun ketiga langkah tersebut merupakan merupak satu kesatuan dalam 10 langkah revitalisasi SMK, namun jika ketiga langkah tesebut dihubungkan akan didapatkan sebuah benang merah yaitu Pengembangan pembelajaran TeFa dengan mendasarkan pada potensi lokal/wilayah, sehingga akan menciptakan lulusan SMK yang mempu menjadi pengerak ekonomi lokal/wilayah.
Program pengembangan SMK akan berdampak positif jika berbasis pada potensi wilayah. Dengan pengembangan yang berdasar potensi wilayah, maka SMK mampu mendongkrak keunggulan lokal menjadi daya saing bangsa di tingkat global. Sebagai contoh 2 Mei 2018, Wakil Gubernur Papua meresmikan pengembangan SMK berbasis wilayah adat. Dinas Pendidikan Provinsi Papua telah menetapkan SMK Negeri 2 Biak menjadi SMK Maritim. Sekolah ini menyiapkan anak-anak Papua untuk bisa menjadi karyawan di perusahaan perkapalan yang ada didaerah tersebut. Sedangkan untuk budidaya ikan laut dan hasil laut dikembangkan di Sarmi yang lokasinya terletak pada daerah pesisir. Contoh tersebut menggambarkan bahwa SMK yang ada diharapkan dapat mendukung industri yang berkembang di wilayah disekitarnya. Dengan demikian maka pembelajaran dengan pendekatan Teaching Factory (TeFa) perlu didorong dan dioptimalkan. Sehingga tidak salah jika TeFa masuk pada 10 langkah revitalisasi SMK.
Pembelajaran TeFa memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Sehingga, dalam pelaksanaanya TeFa menuntut keterlibatan mutlak pihak industri. TeFa tidak hanya sekadar pendekatan pedagogik yang menguntungkan pembelajaran siswa saja. Namun, ini merupakan pendekatan yang menggabungkan belajar dan lingkungan kerja yang realistis dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan. “Teaching factory concept as an approach that combines the learning and working environment from which realistic and relevant learning experiences arise” (Nayang Polytechnic, 2003). Pada awal- awal tahun 2000 konsep teaching factory menjadi focus perhatian dan banyak diterapkan pada beberapa kegiatan pelatiahan dan pendidikan di USA (Alptekin et al., 2001 dan Dessouky MM et al., 2001).
Di Indonesia, penerapan konsep teaching factory telahdiperkenalkan di SMK pada tahun 2000 dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu berupa pengembangan unit produksi yang sudah dilaksanakan di SMK-SMK. Kemudian konsep tersebut berkembang pada tahun 2005 menjadi sebuah model pengembangan SMK berbasis industri. Terdapat tiga bentuk dasar kategori pengembangan SMK berbasis industri, yaitu: 1) Pengembangan SMK berbasis industri sederhana; 2) Pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang dan; 3) Pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat belajar (Sanggam et al., 2017).
Pada pelaksanaan pembelajaran TeFa ada aktifitas kunci yang perlu mendapatkan penekanan yaitu; Product Based Education, Block Scheduling, Job-sheet application dan Corporate Culture Enforcement (ATMI, 2018). Ke-empat aktifitas kunci tersebut dapat tegak berjalan jika didukung dengan manajemen sekolah yang baik, hubungan eksternal, regulasi pemerintah dan support dari industri.
Dan berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis:
Pendahuluan
Permasalahan terkait dengan perubahan struktur kesempatan kerja di era revolusi industri 4.0 dan adanya kesenjangan kompetensi dihadapi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini. Program revitalisasi SMK yang saat ini berjalan memiliki peran yang sangat penting sebagai upaya menyiapkan lulusan SMK menjadi tenaga kerja terampil yang siap kerja di berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, industri, pariwisata, bahkan ekonomi kreatif. Program ini sekaligus menjawab pemasalahan terkait penyiapan sumber daya manusia yang unggul untuk mengolah potensi ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Teaching Factory menjadi bagian 10 langkah revitalisasi SMK yang dicanangkan pemerintah, namun terasa belum optimal. Pembelajaran TeFa memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Beberapa SMK telah sukses melaksanakan pembelajaran TeFa, namun ada juga SMK yang telah mencoba namun berhenti di jalan.
Potensi wilayah atau daerah merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah di Indonesia baik dalam sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manuasia (SDM), maupun sosial budaya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi dearah atau nasional. Dengan keanekaragaman geografis, SDM, SDA, dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia saat ini belum didukung dengan ketersediaan industri dan juga tenaga kerja trampil untuk memanfaatkan kekayaan tersebut. SMK diharapkan menjadi garda terdepan dalam pengemabangan dan pengolohan potensi-potensi daerah tersebut untuk menjadi penggerak ekonomi daerah dan yang akhirnya akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sehingga, pengambangan SMK dengan menyesuaikan potensi wilayah perlu dilakukan.
Berdasarkan uraiaan diatas maka ada 2 potensi yang bisa dikemas dalam sebuah kajian dalam rangka untuk mendukung program revitalisasi SMK yaitu potensi sekolah dan wilayah dikombinasikan dengan penyelenggaraan pembelajaran berbasis TeFa. Kajian terhadap model pengelolaan TeFa berbasis potensi sekolah dan wilayah perlu dilakukan sebagai rujukan bagaimana SMK akan memulai menyelenggarakan dan mengelola TeFa hingga menjadi sekolah mandiri yang mampu menghasilkan lulusan yang siap masuk ke dunia kerja. Sehingga fokus pada kajian ini adalah “Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis)”. Melalui kajian ini diharapkan tersusun pedoman pengelolaan pembelajaran teaching factory pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi sekolah dan wilayah.
Latar Belakang
Perubahan struktur kesempatan kerja di ere revolusi industri 4.0 dan adanya kesenjangan kompetensi lulusan menjadikan masalah yang dihadapi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini. Namun, animo masyarakat dalam mempercayakan pendidikan putra/putrinya ke SMK meningkat ditiap tahunya. Jumlah siswa SMK per 2019 adalah 5.034.496 Siswa yang tersebar pada 9 bidang keahlian (Dit PSMK, 2019), seperti telihat pada Tabel 1.1. Pertumbuhan jumlah siswa SMK baik negeri maupun swasta menunjukkan trend yang semakin meningkat, dimana jumlah SMK Bidang Keahlian teknologi informasi menduduiki perikat teratas disusul Bidang keahlian Teknologi dan rekayasa, dan Bidang keahlian Bisnis dan manajemen (Gambar 1.1). Keberadaan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang diikuti dengan nota kesepahaman antar kementerian terkait, telah menjadi motor penggerak untuk kemajuan pendidikan SMK di Indoonesia. Lima area revitalisasi SMK telah ditetapkan yang meliputi: 1) Kurikulum, 2) Guru dan Tenaga Kependidikan, 3) Kerjasama dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), 4) Sertifikasi dan Akreditasi dan 5) Sarpras dan Kelembagaan. Keberlangsungan revitalisasi pada 5 area tersebut didukung dengan 10 langkah revitalisasai. Sehingga revitalisasi SMK yang saat ini berjalan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya SMK dapat menyediakan tenaga kerja terampil yang siap kerja diberbagai sektor ekonomi seperti pertanian, industri, pariwisata, dan bahkan ekonomi kreatif.
Di sisilain, wilayah Indonesia dengan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki memerlukan sumber daya manusia yang unggul untuk mengelolanya. Program revitalisasi SMK diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Hal in sangat dekat dengan langkah revitalisasi ke 5 yaitu “Teaching Factory (TeFa)”, langkah ke 9 yaitu “Mengembangkan Kearifan Lokal” dan langkah ke 10 yaitu SMK sebagai Penggerak Ekonomi Lokal. Meskipun ketiga langkah tersebut merupakan merupak satu kesatuan dalam 10 langkah revitalisasi SMK, namun jika ketiga langkah tesebut dihubungkan akan didapatkan sebuah benang merah yaitu Pengembangan pembelajaran TeFa dengan mendasarkan pada potensi lokal/wilayah, sehingga akan menciptakan lulusan SMK yang mempu menjadi pengerak ekonomi lokal/wilayah.
Program pengembangan SMK akan berdampak positif jika berbasis pada potensi wilayah. Dengan pengembangan yang berdasar potensi wilayah, maka SMK mampu mendongkrak keunggulan lokal menjadi daya saing bangsa di tingkat global. Sebagai contoh 2 Mei 2018, Wakil Gubernur Papua meresmikan pengembangan SMK berbasis wilayah adat. Dinas Pendidikan Provinsi Papua telah menetapkan SMK Negeri 2 Biak menjadi SMK Maritim. Sekolah ini menyiapkan anak-anak Papua untuk bisa menjadi karyawan di perusahaan perkapalan yang ada didaerah tersebut. Sedangkan untuk budidaya ikan laut dan hasil laut dikembangkan di Sarmi yang lokasinya terletak pada daerah pesisir. Contoh tersebut menggambarkan bahwa SMK yang ada diharapkan dapat mendukung industri yang berkembang di wilayah disekitarnya. Dengan demikian maka pembelajaran dengan pendekatan Teaching Factory (TeFa) perlu didorong dan dioptimalkan. Sehingga tidak salah jika TeFa masuk pada 10 langkah revitalisasi SMK.
Pembelajaran TeFa memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Sehingga, dalam pelaksanaanya TeFa menuntut keterlibatan mutlak pihak industri. TeFa tidak hanya sekadar pendekatan pedagogik yang menguntungkan pembelajaran siswa saja. Namun, ini merupakan pendekatan yang menggabungkan belajar dan lingkungan kerja yang realistis dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan. “Teaching factory concept as an approach that combines the learning and working environment from which realistic and relevant learning experiences arise” (Nayang Polytechnic, 2003). Pada awal- awal tahun 2000 konsep teaching factory menjadi focus perhatian dan banyak diterapkan pada beberapa kegiatan pelatiahan dan pendidikan di USA (Alptekin et al., 2001 dan Dessouky MM et al., 2001).
Di Indonesia, penerapan konsep teaching factory telahdiperkenalkan di SMK pada tahun 2000 dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu berupa pengembangan unit produksi yang sudah dilaksanakan di SMK-SMK. Kemudian konsep tersebut berkembang pada tahun 2005 menjadi sebuah model pengembangan SMK berbasis industri. Terdapat tiga bentuk dasar kategori pengembangan SMK berbasis industri, yaitu: 1) Pengembangan SMK berbasis industri sederhana; 2) Pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang dan; 3) Pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat belajar (Sanggam et al., 2017).
Pada pelaksanaan pembelajaran TeFa ada aktifitas kunci yang perlu mendapatkan penekanan yaitu; Product Based Education, Block Scheduling, Job-sheet application dan Corporate Culture Enforcement (ATMI, 2018). Ke-empat aktifitas kunci tersebut dapat tegak berjalan jika didukung dengan manajemen sekolah yang baik, hubungan eksternal, regulasi pemerintah dan support dari industri.
Beberapa SMK telah sukses melaksanakan pembelajaran TeFa seperti, SMK Mikael, SMK Warga dll., namun ada juga SMK yang telah mencoba namun berhenti di jalan. Sehingga tata cara pengelolaan TeFa perlu untuk dilakukan kajian untuk mendapatkan model pengelolaan yang bisa diterapakan bagi SMK yang ingin menerapkan pembelajaran TeFa.
Potensi wilayah atau daerah merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah di Indonesia baik dalam sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manuasia (SDM), maupun sosial budaya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi dearah atau nasional. Dengan keanekaragaman geografis, SDM, SDA, dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia saat ini belum didukung dengan ketersediaan industri dan juga tenaga kerja trampil untuk memanfaatkan kekayaan tersebut. SMK diharapkan menjadi garda terdepan dalam pengemabangan dan pengolohan potensi-potensi daerah tersebut untuk menjadi penggerak ekonomi daerah dan yang akhirnya akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sehingga, pengambangan SMK dengan menyesuaikan potensi wilayah perlu dilakukan. Kajian terhadap sinkronisasi bidang keahlian di SMK dengan prioritas potensi unggulan wilayah dan tenaga kerja telah dilakukan oleh DPSMK, 2017. Konsorsium dan pelaksana program sinkronisasi bidang keahlian SMK dengan potensi wilayah (Gambar 1.4) telah dibentuk dan tetapakan beserata mekanisme evaluasinya (Gambar 1.5). Hal ini dilakukan dalam kaitanya agar keberadaan SMK disuatu wilayah akan sesuai dengan potensi di wilayah tersebut. Program sinkronisasi tersebut juga sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2016 yang salah satu tujuannya adalah membuat SMK unggulan berbasis potensi. Institusi pelaksana program sinkronisasi bidang keahlian di SMK dengan potensi wilayah disusun dengan melibatkan beberapa instansi sebagai konsorsium. Potensi yang dipetakan tidak hanya pada wilayah propinsi namun hingga wilayah Kabupaten/Kota. Berikut ini institusi - Instansi di wilayah propinsi yang terlibat seperti: Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sedangkan Instansi Kabupaten/Kota yang terlibat seperti: Dinas Pendidikan Kab/Kota, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kab/Kota, dan Dinas Tenaga Kerja Kab/Kota. Instansi pada tingkat Kab/Kota juga berperan aktif dalam melakukan tahapan recording data agar data yang dianalisis merupakan data yang memiliki tingkat ke-update-an tinggi.
Berdasarkan uraiaan diatas maka ada 2 potensi yang bisa dikemas dalam sebuah kajian dalam rangka untuk mendukung program revitalisasi SMK yaitu potensi sekolah dan wilayah dikombinasikan dengan penyelenggaraan pembelajaran berbasis TeFa. Kajian terhadap model pengelolaan TeFa berbasis potensi sekolah dan wilayah perlu dilakukan sebagai rujukan bagaimana SMK akan memulai menyelenggarakan dan mengelola TeFa hingga menjadi sekolah mandiri yang mampu menghasilkan lulusan yang siap masuk ke dunia kerja. Sehingga fokus pada kajian ini adalah “Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis)”.
Lingkup Kajian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian untuk mendapatkan Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis). Kajian dilakukan dengan tahapan-tahapan ilmiah yang sesuai dengan tahapan proses penemuan lintas minat pendidikan yang komprehensif. Secara rinci ruang lingkup kajian adalah:
1. Persiapan
a. Melakukan survey pada sekolah-sekolah yang telah menjalankan pembelajaran TeFa sebagai wilayah sampel yang telah ditetapkan tentang peta kondisi pembelajaran yang dilakukan di SMK sampel.
b. Menyusun perangkat instrumen untuk pengumpulan data di SMK yang telah menjalankan pembelajaran TeFa untuk dijadikan sebagai sampel wilayah penelitian.
c. Menentukan wilayah sampel yang akan dijadikan sasaran dan sekaligus menyiapkan petugas pengambil data di semua SMK sampel.
2. Pelaksanaan
a. Menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan dengan membuat suatu jadwal kegiatan.
b. Melaksanakan tugas pengumpulan data pada daerah sampel yang direncanakan.
c. Melakukan kompilasi data sesuai dengan wilayah sampel, dilanjutkan tabulasi serta reduksi data serta pengolahan data.
d. Menyusun laporan akhir kajian tentang Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari kajian berikut adalah:
Tujuan Kajian
Tujuan kegiatan kajian akademik model pengelolaan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis) ini dikelompokkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut :
a. Tujan Umum
Tujuan umum yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah menyusun pedoman pengelolaan pembelajaran teaching factory pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi sekolah dan wilayah.
b. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah :
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kajian akademik model pengelolaan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis) ini adalah:
a. Bagi Direktorat Pembinaan SMK , hasil kajian ini dapat menjadi materi kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu SMK melalui revitalisasi teaching factory.
b. Bagi DUDI dan Sekolah, terbentuknya pola komunikasi yang dapat mendukung pelaksanaan teaching factory.
c. Bagi Sekolah, terdapatnya pedoman pengeolaan dan penyelenggaraan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis).
d. Bagi siswa, terbentuk situasi dan lingkungan pembelajaran yang relevan dengan DUDI.
Kerangka Kajian
Sejak diperkenalkannya di Indonesia, pembelajaran teaching factory telah dicoba dan diterapkan dibeberapa SMK di Indonesia. Namun, hasil yang diperoleh belum begitu optimal. Secara karakteristik, model pembelajaran teaching factory ini sangat sesuai dan relevan dengan pendidikan kejuruan. Pembelajaran teaching factory memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Disisilain, wilayah Indonesia dengan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki memerlukan sumber daya manusia yang unggul untuk mengelolanya.
Jenis dan Bentuk Kajian
Kajian tentang Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis) ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan case study. Kajian dimulai dari mapping SMK yang telah melakukan pembelajaran teaching factory. Berdasarkan pemetaan tersebut dilakukan studi kasus (case study) terkait dengan pengelolaan TeFa dilanjutkan dengan analisis potensi dan wilayah. Data hasil studi kasus selajutnya digunkan sebagai bahan untuk penyusunan model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis).
Sumber Data
Data utama dari kajian ini berupa hasil angket tertulis dan wawancara dengan responden serta dokumentasi lapangan. Sementara itu, data pendukung berupa : dokumentasi kebijakan terkait TeFa di SMK. Data utama dari penelitian ini digali dari responden yang terdiri dari : kepala sekolah, guru, komite sekolah, siswa, pengawas SMK, dan DUDI. Responden terdistribusi pada provinsi dan kabupaten/kota yang mewakili wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Pada kajian tentang pengelolaan TeFa di SMK, sampel yang digunakan tersebar pada 7 propinsi yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan NTB (Gambar 1.7) . Meskipun secara jumlah sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan wilayah propinsi dan jumlah SMK di Indonesia, namun sampel kajian ini telah mewakili 9 Bidang keahlian di SMK yang ada saat ini, mewakili 29 dari 49 Program keahlian dan mewakili 53 dari 149 Kompetensi Keahlian di SMK. Sehingga data dari kajian ini tadak dapat untuk mengeneralisasi seluruh SMK yang ada, tapi data yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung penyusunan model pembelajaran TeFa yang saat ini berlangsung serta dengan mengkaitkan dengan potensi wilayah. Berikut ini secara detail akan disajikan dan dibahas terkait dengan profil sampel kajian pada SMK yang telah menjalankan TeFa berdasarkan dengan pengelompokaan Bidang Keahlian (BK).
Potensi wilayah atau daerah merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah di Indonesia baik dalam sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manuasia (SDM), maupun sosial budaya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi dearah atau nasional. Dengan keanekaragaman geografis, SDM, SDA, dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia saat ini belum didukung dengan ketersediaan industri dan juga tenaga kerja trampil untuk memanfaatkan kekayaan tersebut. SMK diharapkan menjadi garda terdepan dalam pengemabangan dan pengolohan potensi-potensi daerah tersebut untuk menjadi penggerak ekonomi daerah dan yang akhirnya akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sehingga, pengambangan SMK dengan menyesuaikan potensi wilayah perlu dilakukan. Kajian terhadap sinkronisasi bidang keahlian di SMK dengan prioritas potensi unggulan wilayah dan tenaga kerja telah dilakukan oleh DPSMK, 2017. Konsorsium dan pelaksana program sinkronisasi bidang keahlian SMK dengan potensi wilayah (Gambar 1.4) telah dibentuk dan tetapakan beserata mekanisme evaluasinya (Gambar 1.5). Hal ini dilakukan dalam kaitanya agar keberadaan SMK disuatu wilayah akan sesuai dengan potensi di wilayah tersebut. Program sinkronisasi tersebut juga sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2016 yang salah satu tujuannya adalah membuat SMK unggulan berbasis potensi. Institusi pelaksana program sinkronisasi bidang keahlian di SMK dengan potensi wilayah disusun dengan melibatkan beberapa instansi sebagai konsorsium. Potensi yang dipetakan tidak hanya pada wilayah propinsi namun hingga wilayah Kabupaten/Kota. Berikut ini institusi - Instansi di wilayah propinsi yang terlibat seperti: Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sedangkan Instansi Kabupaten/Kota yang terlibat seperti: Dinas Pendidikan Kab/Kota, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kab/Kota, dan Dinas Tenaga Kerja Kab/Kota. Instansi pada tingkat Kab/Kota juga berperan aktif dalam melakukan tahapan recording data agar data yang dianalisis merupakan data yang memiliki tingkat ke-update-an tinggi.
Berdasarkan uraiaan diatas maka ada 2 potensi yang bisa dikemas dalam sebuah kajian dalam rangka untuk mendukung program revitalisasi SMK yaitu potensi sekolah dan wilayah dikombinasikan dengan penyelenggaraan pembelajaran berbasis TeFa. Kajian terhadap model pengelolaan TeFa berbasis potensi sekolah dan wilayah perlu dilakukan sebagai rujukan bagaimana SMK akan memulai menyelenggarakan dan mengelola TeFa hingga menjadi sekolah mandiri yang mampu menghasilkan lulusan yang siap masuk ke dunia kerja. Sehingga fokus pada kajian ini adalah “Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis)”.
Lingkup Kajian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian untuk mendapatkan Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis). Kajian dilakukan dengan tahapan-tahapan ilmiah yang sesuai dengan tahapan proses penemuan lintas minat pendidikan yang komprehensif. Secara rinci ruang lingkup kajian adalah:
1. Persiapan
a. Melakukan survey pada sekolah-sekolah yang telah menjalankan pembelajaran TeFa sebagai wilayah sampel yang telah ditetapkan tentang peta kondisi pembelajaran yang dilakukan di SMK sampel.
b. Menyusun perangkat instrumen untuk pengumpulan data di SMK yang telah menjalankan pembelajaran TeFa untuk dijadikan sebagai sampel wilayah penelitian.
c. Menentukan wilayah sampel yang akan dijadikan sasaran dan sekaligus menyiapkan petugas pengambil data di semua SMK sampel.
2. Pelaksanaan
a. Menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan dengan membuat suatu jadwal kegiatan.
b. Melaksanakan tugas pengumpulan data pada daerah sampel yang direncanakan.
c. Melakukan kompilasi data sesuai dengan wilayah sampel, dilanjutkan tabulasi serta reduksi data serta pengolahan data.
d. Menyusun laporan akhir kajian tentang Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari kajian berikut adalah:
- Bagaimana peta SMK di Indonesia yang telah sukses menjalankan teaching factory?
- Bagaimana model pengelolaan teaching factory yang sesuai dengan potensi sekolah dan wilayah (geografis)?
Tujuan Kajian
Tujuan kegiatan kajian akademik model pengelolaan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis) ini dikelompokkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut :
a. Tujan Umum
Tujuan umum yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah menyusun pedoman pengelolaan pembelajaran teaching factory pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi sekolah dan wilayah.
b. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah :
- Melakukan pemetaan pada SMK di Indonesia yang telah melaksanakan pembelajaran teaching factory.
- Mengembangkan model pengelolaan teaching factory yang sesuai dengan potensi sekolah dan wilayah (geografis).
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kajian akademik model pengelolaan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis) ini adalah:
a. Bagi Direktorat Pembinaan SMK , hasil kajian ini dapat menjadi materi kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu SMK melalui revitalisasi teaching factory.
b. Bagi DUDI dan Sekolah, terbentuknya pola komunikasi yang dapat mendukung pelaksanaan teaching factory.
c. Bagi Sekolah, terdapatnya pedoman pengeolaan dan penyelenggaraan teaching factory berbasis potensi sekolah dan wilayah (geografis).
d. Bagi siswa, terbentuk situasi dan lingkungan pembelajaran yang relevan dengan DUDI.
Kerangka Kajian
Sejak diperkenalkannya di Indonesia, pembelajaran teaching factory telah dicoba dan diterapkan dibeberapa SMK di Indonesia. Namun, hasil yang diperoleh belum begitu optimal. Secara karakteristik, model pembelajaran teaching factory ini sangat sesuai dan relevan dengan pendidikan kejuruan. Pembelajaran teaching factory memiliki karateristik dan penekanan pada pembekalan para peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan DUDI, karakter kewirausahaan (technopreneurship) dengan melibatkan DUDI sebagai mitra utama. Disisilain, wilayah Indonesia dengan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki memerlukan sumber daya manusia yang unggul untuk mengelolanya.
Jenis dan Bentuk Kajian
Kajian tentang Model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis) ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan case study. Kajian dimulai dari mapping SMK yang telah melakukan pembelajaran teaching factory. Berdasarkan pemetaan tersebut dilakukan studi kasus (case study) terkait dengan pengelolaan TeFa dilanjutkan dengan analisis potensi dan wilayah. Data hasil studi kasus selajutnya digunkan sebagai bahan untuk penyusunan model Pengelolaan Teaching Factory berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah (Geografis).
Sumber Data
Data utama dari kajian ini berupa hasil angket tertulis dan wawancara dengan responden serta dokumentasi lapangan. Sementara itu, data pendukung berupa : dokumentasi kebijakan terkait TeFa di SMK. Data utama dari penelitian ini digali dari responden yang terdiri dari : kepala sekolah, guru, komite sekolah, siswa, pengawas SMK, dan DUDI. Responden terdistribusi pada provinsi dan kabupaten/kota yang mewakili wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Pada kajian tentang pengelolaan TeFa di SMK, sampel yang digunakan tersebar pada 7 propinsi yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan NTB (Gambar 1.7) . Meskipun secara jumlah sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan wilayah propinsi dan jumlah SMK di Indonesia, namun sampel kajian ini telah mewakili 9 Bidang keahlian di SMK yang ada saat ini, mewakili 29 dari 49 Program keahlian dan mewakili 53 dari 149 Kompetensi Keahlian di SMK. Sehingga data dari kajian ini tadak dapat untuk mengeneralisasi seluruh SMK yang ada, tapi data yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung penyusunan model pembelajaran TeFa yang saat ini berlangsung serta dengan mengkaitkan dengan potensi wilayah. Berikut ini secara detail akan disajikan dan dibahas terkait dengan profil sampel kajian pada SMK yang telah menjalankan TeFa berdasarkan dengan pengelompokaan Bidang Keahlian (BK).
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa SMK yang mewakili 7 provinsi terpilih pada wilayah indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui Proportional Cluster Random Sampling dengan memperhatikan kesesuaian dengan tujuan penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa SMK yang mewakili 7 provinsi terpilih pada wilayah indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui Proportional Cluster Random Sampling dengan memperhatikan kesesuaian dengan tujuan penelitian.
Download Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Download Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku SMK - Model Pengelolaan Teaching Factory Berbasis Potensi Sekolah dan Wilayah/Geografis. Semoga bisa bermanfaat.