Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS

Berikut ini adalah berkas Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS. Download file format PDF.

Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS
Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS

Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS:

Latar Belakang

Pertimbangan Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS, adalah:

a. bahwa untuk menyelenggarakan manajemen pegawai negeri sipil perihal pemberhentian, diperlukan pengaturan mengenai pemberhentian pegawai negeri sipil yang efektif dan akuntabel;

b. bahwa untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan pemberhentian pegawai negeri sipil, perlu didukung adanya petunjuk teknis pemberhentian pegawai negeri sipil;

c. bahwa untuk memberikan dasar dan landasan dalam pelaksanaan pemberhentian pegawai negeri sipil, diperlukan peraturan mengenai petunjuk teknis pemberhentian pegawai negeri sipil;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

Dasar Hukum

Dasar hukum Peraturan BKN Nomor 3 tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS, adalah:
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
  3. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 128);
  4. Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 189);
Isi

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
  1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai PNS secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
  2. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi.
  3. Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT adalah sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
  4. Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
  5. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
  6. Pejabat Fungsional adalah PNS yang menduduki JF pada instansi pemerintah.
  7. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dan pembinaan manajemen ASN di Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Intansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.
  10. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.
  11. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
  12. Pemberhentian Sementara sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan PNS kehilangan statusnya sebagai PNS untuk sementara waktu.
  13. Batas Usia Pensiun adalah batas usia PNS harus diberhentikan dengan hormat dari PNS.
  14. Cuti PNS yang selanjutnya disebut dengan Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
  15. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukan tingkatan Jabatan.
  16. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Pasal 2

Ruang lingkup petunjuk teknis pemberhentian PNS dalam Peraturan Badan ini meliputi:
a. jenis pemberhentian PNS;
b. pelaksanaan pemberhentian PNS;
c. penyampaian keputusan pemberhentian;
d. pemberhentian sementara;
e. pengaktifan kembali;
f. kewenangan pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali;
g. hak kepegawaian bagi PNS yang diberhentikan; dan
h. uang tunggu dan uang pengabdian.

BAB II
JENIS PEMBERHENTIAN PNS

Pasal 3

Jenis pemberhentian terdiri atas:
a. pemberhentian atas permintaan sendiri;
b. pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun;
c. pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
d. pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani;
e. pemberhentian karena meninggal dunia, tewas, atau hilang;
f. pemberhentian karena melakukan tindak pidana/penyelewengan;
g. pemberhentian karena pelanggaran disiplin;
h. pemberhentian karena mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua, dan anggota dewan perwakilan rakyat, ketua, wakil ketua, dan anggota dewan perwakilan daerah, gubernur dan wakil gubernur, atau bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota;
i. pemberhentian karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan
j. pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara.

Pasal 4

Selain jenis pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdapat Pemberhentian Karena Hal Lain, antara lain sebagai berikut:
a. tidak melapor setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara;
b. PNS yang setelah selesai menjalani cuti di luar tanggungan negara dalam waktu 1 (satu) tahun tidak dapat disalurkan;
c. terbukti menggunakan ijazah palsu;
d. tidak melapor setelah selesai menjalankan tugas belajar;
e. PNS yang menerima uang tunggu tetapi menolak untuk diangkat kembali dalam jabatan;
f. pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; dan
g. PNS yang tidak dapat memperbaiki kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
PELAKSANAAN PEMBERHENTIAN PNS

Bagian Kesatu
Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 5

(1) PNS yang mengajukan permintaan berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila PNS yang bersangkutan masih diperlukan untuk kepentingan dinas.
(3) Penundaan untuk paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sejak keputusan penundaan ditetapkan oleh PPK.
(4) Keputusan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memuat batas waktu penundaan.
(5) Kepentingan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain sebagai berikut:
a. masih ada tugas mendesak yang harus diselesaikan oleh yang bersangkutan; dan/atau
b. belum ada pegawai lain yang dapat menggantikan tugas yang bersangkutan.
(6) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditolak apabila:
a. sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS;
d. sedang mengajukan upaya banding administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
e. sedang menjalani hukuman disiplin; dan/atau f. alasan lain menurut pertimbangan PPK.
(7) Proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, yaitu keadaan pada saat yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana baik ditahan maupun tidak ditahan pada tingkat penyidikan, tingkat penuntutan, maupun pada saat yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di pengadilan.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 6

Tata cara pemberhentian atas permintaan sendiri, sebagai berikut:
a. Permohonan berhenti sebagai PNS/Calon PNS diajukan secara tertulis kepada Presiden melalui PPK atau PPK melalui PyB secara hierarki, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 1 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
b. Permohonan berhenti yang diajukan secara hierarki sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan sebagai berikut:
  1. Calon PNS/PNS yang bersangkutan mengajukan permohonan berhenti kepada PPK melalui atasan langsungnya;
  2. Atasan langsung sebagaimana dimaksud pada angka 1, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada pimpinan unit kerjanya paling rendah menduduki JPT Pratama;
  3. Pimpinan Tinggi Pratama sebagaimana dimaksud pada angka 2, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada PyB melalui pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian paling rendah menduduki JPT Pratama;
  4. Pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada PyB;
  5. PyB sebagaimana dimaksud pada angka 4, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS kepada PPK yang disertai rekomendasi mengenai disetujui, ditunda, atau ditolaknya pemberhentian yang bersangkutan;
  6. Dalam hal PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya atau, JF keahlian utama mengajukan pemberhentian atas permintaan sendiri, PyB sebagaimana dimaksud pada angka 4, meneruskan permohonan PNS kepada PPK untuk kemudian oleh PPK diteruskan kepada Presiden yang disertai rekomendasi mengenai disetujui, ditunda, atau ditolaknya pemberhentian yang bersangkutan;
  7. Dalam hal permohonan berhenti ditunda atau ditolak, PPK menyampaikan alasan penundaan atau penolakan secara tertulis kepada Calon PNS/PNS yang bersangkutan;
  8. Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau penolakan permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak permohonan secara lengkap diterima oleh PPK;
  9. Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau penolakan permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri serta contoh kasus disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 2 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
  10. Sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, Calon PNS/PNS yang bersangkutan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya;
  11. Dalam hal sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, Calon PNS/PNS yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  12. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  13. Dalam hal PNS yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada angka 12, memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
  14. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam angka 12, berlaku sejak akhir bulan ditetapkannya keputusan pemberhentian oleh Presiden atau PPK.

Bagian Ketiga
Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 7

(1) PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan
c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli utama.
(3) Batas Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF yang ditentukan dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.

Bagian Keempat
Tata Cara Pemberhentian PNS Yang Telah Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 8

Tata cara pemberhentian PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun, sebagai berikut:
a. Kepala BKN menyampaikan data perorangan calon penerima pensiun (DPCP) kepada PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun melalui PPK paling lama 15 (lima belas) bulan sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun yang disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
b. Kepala BKN dalam menyampaikan DPCP melalui PPK sebagaimana dimaksud pada huruf a, disertai dengan daftar nominatif PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun;
c. Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf b, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 4 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
d. Penyampaian DPCP dan daftar nominatif PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dilakukan melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) atau sistem informasi kepegawaian lainnya yang ditentukan BKN;
e. PPK atau PyB atau pejabat lain yang ditunjuk berkewajiban mencetak dan menyampaikan DPCP atau menyampaikan DPCP secara elektronik kepada PNS yang bersangkutan paling lama 15 (lima belas) hari kerja, setelah DPCP diterima oleh PPK atau PyB atau pejabat lain yang ditunjuk;
f. PNS yang telah menerima DPCP wajib memeriksa dan meneliti data yang tercantum dalam DPCP dengan ketentuan apabila data telah benar agar ditandatangani atau disetujui oleh PNS dan diketahui oleh pejabat pengelola kepegawaian;
g. Dalam hal DPCP sebagaimana dimaksud pada huruf f, terdapat perbedaan data maka dilakukan perbaikan dengan melampirkan data dukung;
h. DPCP sebagaimana dimaksud pada huruf f, disampaikan kepada PPK atau PyB melalui pejabat pengelola kepegawaian paling lama 15 (lima belas) hari kerja, sejak PNS yang bersangkutan menerima DPCP;
i. Dalam hal PNS tidak menyampaikan DPCP kepada PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf h, maka PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dan berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN berdasarkan data yang ada;
j. Usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf i, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 5 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
k. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun kepada Presiden atau PPK berdasarkan kelengkapan berkas yang disampaikan oleh PNS paling lama 3 (tiga) bulan, sejak Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN menyampaikan DPCP;
l. PPK atau PyB dalam menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf k, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PPK menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai batas usia pensiun kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama;
  2. PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai batas usia pensiun kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama;
  3. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dan berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
  4. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar tembusan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dari PPK dan PyB sebagaimana dimaksud pada angka 3, menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
  5. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak berkas usul pensiun dinyatakan secara lengkap diterima; dan
  6. Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4.
m. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dan/atau pemberian pensiun PNS paling lama 1 (satu) bulan, sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun;
n. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf m, berlaku sejak akhir bulan PNS yang bersangkutan mencapai Batas Usia Pensiun.

Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Perampingan Organisasi atau Kebijakan Pemerintah

Pasal 9

(1) Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada Instansi Pemerintah lain.
(2) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja 10 (sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. tidak dapat disalurkan pada instansi lain;
b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja kurang dari 10 (sepuluh) tahun, diberikan uang tunggu paling lama 5 (lima) tahun.
(4) Apabila sampai dengan 5 (lima) tahun, PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), belum berusia 50 (lima puluh) tahun tetapi telah memiliki masa kerja pensiun paling sedikit 10 (sepuluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
(6) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), masa kerja yang bersangkutan kurang dari 10 (sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meninggal dunia sebelum berusia 50 (lima puluh) tahun, maka jaminan pensiun janda/duda diberikan mulai tanggal 1 bulan berikutnya PNS yang bersangkutan meninggal dunia.
(8) Keputusan pemberhentian karena perampingan organisasi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 6 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Bagian Keenam
Tata Cara Pemberhentian PNS Karena Perampingan Organisasi atau Kebijakan Pemerintah

Pasal 10

Tata cara pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah, sebagai berikut:
a. PPK menginventarisasi kelebihan PNS sebagai akibat perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.
b. Kelebihan PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilaporkan kepada Menteri dan Kepala BKN dalam bentuk daftar nominatif PNS yang akan disalurkan dari kementerian/lembaga.
c. Surat pengantar pelaporan PPK kepada Menteri dan Kepala BKN dan daftar nominatif PNS yang akan disalurkan dari kementerian/lembaga disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 7 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
d. Menteri merumuskan kebijakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi Pemerintah.
e. Kepala BKN melaksanakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi Pemerintah yang membutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Sebelum Kepala BKN melaksanakan penyaluran PNS sebagaimana dimaksud pada huruf e, terlebih dahulu berkoordinasi dengan pimpinan instansi pemerintah yang membutuhkan.
g. Dalam hal kelebihan PNS tidak dapat disalurkan pada Instansi Pemerintah, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Dalam hal PNS diberhentikan karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah, diatur sebagai berikut:
  1. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK sesuai kewenangan masing-masing;
  2. Dalam hal PNS yang diberhentikan akibat perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua, PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
  3. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar tembusan usul pemberhentian PNS dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada Angka 2, menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
  4. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 3, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak berkas usul pemberhentian PNS secara lengkap diterima;
  5. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dan/atau pemberian pensiun PNS berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4;
  6. Keputusan pemberhentian PNS bagi PNS yang belum berusia 50 (lima puluh) tahun dan sudah memiliki masa kerja untuk pensiun minimal 10 (sepuluh) tahun, pemberian jaminan pensiun PNS mulai diberikan pada bulan berikutnya PNS yang bersangkutan berusia 50 (lima puluh) tahun.

Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani

Pasal 11

(1) PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diberhentikan dengan hormat apabila:
a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena kesehatannya;
b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau
c. tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit.
(2) PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani karena tidak dapat bekerja lagi, menderita penyakit yang berbahaya, atau tidak mampu bekerja kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 8 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(3) Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan PNS.
(4) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(5) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), beranggotakan dokter pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(7) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja.
(8) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling singkat 4 (empat) tahun.

Bagian Kedelapan
Tata Cara Pemberhentian PNS Yang Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani

Pasal 12

Tata cara pemberhentian PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani, sebagai berikut:
a. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan;
b. Setelah adanya hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian meneruskan hasil pengujian kesehatan kepada PPK atau PyB;
c. Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani, berdasarkan hasil pengujian kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan diajukan oleh:
  1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama; atau
  2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama.
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua maka usul pemberhentian disampaikan kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
e. Berdasarkan tembusan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf d, Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
f. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf e, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung, sejak berkas usul pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani secara lengkap diterima;
g. Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberhentian dan pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h. Keputusan pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada huruf g, dengan mendapat hak jaminan pensiun ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan dan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
i. Dalam hal pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada huruf g, tanpa mendapat hak jaminan pensiun, keputusan pemberhentian ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan;
j. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf h dan huruf i, berlaku sejak akhir bulan ditetapkan hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan PNS.

Bagian Kesembilan
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang

Paragraf 1
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia

Pasal 13

(1) PNS yang meninggal dunia diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PNS dinyatakan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila:
a. meninggalnya tidak dalam dan karena menjalankan tugas;
b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu;
c. meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara;
d. meninggal dunia tidak dalam keadaan yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematiannya itu tidak disamakan dengan meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya; atau
e. meninggal dunia bukan karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau bukan sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya.
(3) PNS yang dinyatakan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 9 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan.
(4) PNS yang meninggal dunia wajib dibuatkan surat keterangan meninggal dunia oleh pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan dengan melampirkan surat kematian dari Lurah/Kepala Desa setempat.
(5) Surat keterangan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 10 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(6) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah berkeluarga, kepada janda/duda atau anaknya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berkeluarga, kepada orang tuanya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Pemberhentian Karena Tewas

Pasal 14

(1) PNS yang Tewas diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PNS dinyatakan Tewas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah berkeluarga, kepada janda/duda atau anaknya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berkeluarga, kepada orang tuanya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pemberhentian Karena Hilang

Pasal 15

(1) Seorang PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan kemauan PNS yang bersangkutan apabila:
a. tidak diketahui keberadaannya; dan
b. tidak diketahui masih hidup atau telah meninggal dunia.
(2) PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah meninggal dunia dan dapat diberhentikan dengan hormat sebagai PNS pada akhir bulan ke-12 (dua belas), sejak dinyatakan hilang.
(3) Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat secara tertulis oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan surat keterangan atau berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak surat keterangan atau berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia diterima.
(5) Surat Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disusun sesuai dengan format sebagaimana tersebut pada Angka 11 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(6) Kondisi hilang mulai berlaku sejak PNS yang bersangkutan dinyatakan hilang sesuai dengan tanggal yang tercantum dalam surat keterangan atau ‘berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(7) Janda/duda atau anak dari PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Hak kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur mengenai program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
(9) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun.
(10) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup sebelum akhir bulan ke-12 (dua belas), atau belum dianggap meninggal dunia, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun.
(11) Dalam hal adanya dugaan PNS yang hilang maka pihak keluarga atau atasan langsung tempat yang bersangkutan bekerja segera melaporkan kepada PPK secara hierarki melalui atasan langsung tempat yang bersangkutan bekerja.
(12) Berdasarkan laporan pihak keluarga, PPK atau Pejabat yang ditunjuk melaporkan dugaan PNS yang hilang kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(13) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup setelah akhir bulan ke-12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun dan tersedia lowongan jabatan.
(14) Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (13), dilakukan setelah PNS yang bersangkutan diperiksa oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(15) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (14), PNS yang dinyatakan hilang karena kemauan dan kemampuannya, yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin dan wajib mengembalikan hak kepegawaian yang telah diterima oleh Janda/duda atau anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan serta selama hilang masa kerja tidak dihitung sebagai masa kerja PNS.
(16) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan kembali dan telah mencapai Batas Usia Pensiun, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(17) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (16), setelah dilakukan pemeriksaan oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(18) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), terbukti hilang karena kemauan dan kemampuan yang bersangkutan, maka PNS yang bersangkutan wajib mengembalikan hak kepegawaian yang telah diterima oleh janda/duda atau anaknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(19) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum ditemukan kembali sebelum akhir bulan ke 12 (dua belas), atau sebelum dianggap meninggal dunia tetapi telah mencapai batas usia pensiun maka diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(20) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (16), belum ditemukan sampai dengan akhir bulan ke 12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia, maka hak kepegawaiannya berubah menjadi pensiun janda/duda atau anaknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(21) Dalam hal PNS yang telah dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (16), ditemukan kembali sebelum mencapai Batas Usia Pensiun dan masih hidup tetapi:
a. sakit dan tidak mampu bekerja lagi setelah berakhirnya cuti sakit;
b. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena kesehatannya; atau
c. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya,
maka diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak- hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(22) Pengembalian hak kepegawaian yang telah diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (15), dan ayat (18), terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan hilang.
(23) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali sesudah akhir bulan ke 12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia dan telah mencapai batas usia pensiun, Keputusan Pensiun Janda/Duda atau anaknya ditinjau kembali dan kepada yang bersangkutan ditetapkan keputusan Pensiun PNS, terhitung sejak mencapai batas usia pensiun.
(24) Pengangkatan kembali sebagai PNS yang hilang dan ditemukan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (13), dilakukan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia terbukti hilang bukan karena kemauan dan kemampuan yang bersangkutan maka PPK segera mengangkat kembali yang bersangkutan dalam jabatan PNS.
(25) PNS yang diangkat kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (24), ditempatkan pada unit kerja yang sesuai dengan kompetensi, kualifikasi, dan capaian kinerja yang bersangkutan sebelum yang bersangkutan dinyatakan hilang.
(26) Lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (13), adalah lowongan jabatan untuk mengisi kebutuhan instansi yang dapat berupa promosi, penurunan jabatan, atau dikembalikan pada jabatan semula berdasarkan persyaratan jabatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(27) Dalam hal PNS yang ditempatkan pada unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (25), sampai dengan 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesepuluh
Tata Cara Pemberhentian PNS Karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang

Pasal 16

Tata cara pemberhentian PNS karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang sebagai berikut:
a. PPK menyampaikan usul pemberhentian PNS karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama;
b. PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama;
c. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan karena meninggal dunia, tewas, atau hilang berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua, PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
e. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar tembusan usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf d, memberikan pertimbangan teknis pensiun PNS dan Janda/duda kepada Presiden atau PPK;
f. Pemberian pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf e, paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak berkas usul pensiun secara lengkap diterima;
g. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf f, dengan mendapat jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada huruf d;
h. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan huruf g, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.

Bagian Kesebelas
Pemberhentian PNS Karena Melakukan Tindak Pidana/ Penyelewengan

Pasal 17

(1) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.
(2) PNS yang dipidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana tidak dengan berencana, tidak diberhentikan sebagai PNS apabila memenuhi kriteria:
a. perbuatannya tidak menurunkan harkat dan martabat dari PNS;
b. mempunyai prestasi kerja yang baik;
c. tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah diaktifkan kembali; dan
d. tersedia lowongan Jabatan.
(3) Kriteria untuk tidak memberhentikan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersifat kumulatif sebagai berikut:
a. perbuatannya baik secara langsung maupun tidak langsung tidak menurunkan harkat dan martabat dari PNS;
b. mempunyai prestasi kerja yang baik yang dapat diukur dari penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
c. tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah diaktifkan kembali yang dapat diukur sebelum yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara selama melaksanakan tugas jabatan memiliki perilaku kerja yang baik; dan
d. tersedia lowongan Jabatan yang dapat dibuktikan berdasarkan hasil perhitungan analisis jabatan dan analisis beban kerja, dalam hal ini disesuaikan dengan kebutuhan jabatan yang ada.
(4) PNS yang tidak diberhentikan karena memenuhi syarat kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 12
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(5) Dalam hal PNS tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(6) PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana tidak dengan berencana, tidak diberhentikan sebagai PNS apabila tersedia lowongan Jabatan.
(7) Ketersediaan lowongan Jabatan yang menjadi syarat agar PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun tidak diberhentikan sebagai PNS, harus berdasarkan hasil perhitungan analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai dengan kebutuhan jabatan yang tersedia.
(8) PNS yang tidak diberhentikan karena dipidana kurang dari 2 (dua) tahun dan tersedia lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 13 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(9) PNS yang tidak diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (6), maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. selama yang bersangkutan menjalani pidana penjara maka tetap berstatus sebagai PNS dan tidak menerima hak kepegawaiannya sampai diaktifkan kembali sebagai PNS.
b. penghentian hak kepegawaian yang bersangkutan terhitung sejak akhir bulan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yaitu selama menjalani pidana penjara sampai dengan pengaktifan kembali sebagai PNS.
c. dalam hal terdapat penghasilan yang sudah terlanjur dibayarkan kepada yang bersangkutan, maka dikembalikan ke kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. pengaktifkan kembali sebagai PNS tersebut dilakukan apabila tersedia lowongan Jabatan.
e. keputusan Pengaktifkan kembali sebagai PNS, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 14 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
f. dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, PNS sebagaimana dimaksud pada huruf d, dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
g. selama menunggu lowongan jabatan, PNS sebagaimana dimaksud pada huruf f, tidak menerima penghasilan.
h. penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf g, baru dapat dibayarkan terhitung mulai tanggal pengaktifan kembali sebagai PNS.
i. masa selama PNS menjalani pidana penjara sejak putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sampai dengan diaktifkan kembali tidak dihitung sebagai masa kerja PNS.
j. PNS yang sedang menjalani pidana penjara dan sudah berusia 58 (lima puluh delapan) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung sejak akhir bulan dicapainya usia 58 (lima puluh delapan) tahun.
k. PNS yang sedang menjalani pidana penjara apabila meninggal dunia, maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan Jabatan;
c. PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
(11) Khusus pemberhentian PNS tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a, tidak melihat lamanya pidana penjara atau kurungan yang telah diputus oleh pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
(12) Dalam hal PNS terbukti melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka yang bersangkutan telah melanggar sumpahnya untuk taat dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
(13) Khusus pemberhentian PNS tidak dengan hormat karena melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, tidak melihat lamanya pidana penjara atau kurungan yang telah diputus oleh pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
(14) Tindak pidana kejahatan jabatan yaitu tindak pidana yang dilakukan PNS dalam jabatan ASN karena melaksanakan tugas jabatannya yang berdasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai korupsi yang merugikan keuangan negara/perekonomian negara serta dipidana dengan pidana penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(15) Tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan yaitu tindak pidana yang dilakukan PNS bukan dalam jabatan ASN tetapi karena melaksanakan tugas tambahan atau tugas dalam jabatan lain yang diberikan oleh pejabat yang berwenang, dan berdasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai korupsi yang merugikan keuangan negara/perekonomian negara serta dipidana dengan pidana penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(16) Dalam hal terdapat PNS melakukan tindak pidana bukan dalam jabatan ASN yaitu dalam jabatan lain yang diberikan oleh pejabat yang berwenang yang dilakukan sebelum berstatus PNS tetapi berdasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai korupsi yang merugikan keuangan negara/perekonomian negara serta dipidana dengan pidana penjara dan/atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan maka harus diberhentikan dengan hormat sebagai PNS karena salah satu pertimbangan mendasar dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perlunya dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
(17) Tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 15 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(18) PNS yang melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau yang ada hubungannya dengan jabatan harus diberhentikan tidak dengan hormat karena dengan melakukan tindak pidana dimaksud PNS telah menyalahgunakan atau mengkhianati jabatan yang dipercayakan kepadanya untuk diemban pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai Pegawai ASN.
(19) Tindak pidana berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf d, yaitu tindak pidana yang salah satu unsurnya yaitu dengan rencana lebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai tindak pidana.
(20) Pada saat Peraturan Badan ini ditetapkan, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (19) tercantum dalam Pasal 340, Pasal 353, dan Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(21) PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan berencana, diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
(22) Pemberhentian PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (10) huruf a, huruf b, dan huruf d, dan ayat (21), ditetapkan terhitung mulai akhir bulan sejak putusan pengadilan atas perkaranya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Bagian Keduabelas
Tata Cara Pemberhentian PNS Karena Melakukan Tindak Pidana/Penyelewengan

Pasal 18

Tata Cara Pemberhentian karena melakukan tindak pidana/penyelewengan, dilakukan sebagai berikut:
a. Pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat PNS yang melakukan tindak pidana/penyelewengan diusulkan oleh:
  1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
  2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, JF selain JF ahli utama.
b. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
d. Usul Pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat sebagai PNS dari PPK kepada Presiden atau dari PyB kepada PPK sebagaimana dimaksud pada huruf a, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 16 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
e. Keputusan Pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 17 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
f. Dalam hal PNS yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada huruf a memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf d menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
g. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf f, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK.
h. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.

Bagian Ketigabelas
Pemberhentian PNS Karena Pelanggaran Disiplin

Pasal 19

(1) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri apabila melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.

Bagian Keempatbelas
Tata Cara Pemberhentian PNS Karena Pelanggaran Disiplin

Pasal 20

Tata Cara Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS karena melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan sebagai berikut:
a. Pemberhentian dengan hormat PNS yang melakukan pelanggaran disiplin diusulkan oleh:
  1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
  2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
b. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf a menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
e. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf d, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK.
f. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.

Bagian Kelimabelas

Pemberhentian PNS Karena Mencalonkan Diri atau Dicalonkan Menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota

Pasal 21

(1) PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
(2) Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat ditarik kembali.
(3) Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditolak apabila:
a. sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS;
d. sedang mengajukan upaya banding administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; atau
e. sedang menjalani hukuman disiplin.
(4) Surat pernyataan pengunduran diri sebagai PNS, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 18 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(5) PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(6) PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
(7) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (6), berlaku terhitung mulai PNS yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.

Bagian Keenambelas

Tata Cara Pemberhentian PNS Karena Mencalonkan Diri atau Dicalonkan Menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota

Pasal 22

Tata Cara pemberhentian karena mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota diatur sebagai berikut:
a. Bagi PNS yang mengundurkan diri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Permohonan berhenti sebagai PNS karena mencalonkan atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota diajukan secara tertulis dengan membuat surat pernyataan pengunduran diri kepada Presiden melalui PPK atau PPK melalui PyB secara hierarki setelah ditetapkan sebagai calon oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum;
  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dengan melampirkan surat keputusan penetapan calon oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum;
  3. Permohonan berhenti sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan oleh: a) PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau b) PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
  4. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada angka 3, ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima;
  5. Dalam hal PNS yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada angka 3 menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
  6. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada angka 5, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK;
  7. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
b. Bagi PNS yang tidak mengajukan pengunduran diri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PNS yang diketahui melanggar kewajiban pengunduran diri karena mencalonkan atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota maka diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS;
  2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada angka 1 diusulkan oleh: a) PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau b) PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
  3. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada angka 1, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.

Bagian Ketujuhbelas
Pemberhentian Karena Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik

Pasal 23

(1) PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
(2) PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri secara tertulis.
(3) Pengunduran diri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan sebelum yang bersangkutan ditetapkan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
(4) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan secara tertulis kepada PPK dan tembusannya disampaikan kepada:
a. atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan paling rendah pejabat pengawas;
b. pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan; dan
c. pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan instansi yang bersangkutan.
(5) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, wajib menyampaikan pertimbangan kepada PPK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, setelah diterimanya tembusan pengunduran diri.
(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib mengambil keputusan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung PNS yang bersangkutan.
(7) Apabila sampai dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, sejak atasan langsung menerima surat pengunduran diri tidak memberikan pertimbangan kepada PPK, maka paling lama 20 (dua puluh) hari kerja, sejak diterimanya surat pengunduran diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung PNS yang bersangkutan.
(8) Apabila setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), PPK tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri PNS tersebut dianggap dikabulkan kecuali pemberhentian yang menjadi kewenangan Presiden.
(9) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian PNS yang bersangkutan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dianggap dikabulkan.
(10) Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditolak apabila:
a. sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS;
d. sedang mengajukan upaya banding administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan/atau
e. sedang menjalani hukuman disiplin.
(11) PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai akhir bulan pengunduran diri PNS yang bersangkutan.
(12) PNS yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
(13) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (12), terhitung mulai akhir bulan PNS yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Bagian Kedelapanbelas
Tata Cara Pemberhentian Karena Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik

Pasal 24

Tata Cara Pemberhentian karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diatur sebagai berikut:
a. Bagi PNS yang mengundurkan diri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan berhenti sebagai PNS karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diajukan secara tertulis kepada PPK melalui PyB secara hierarki;
2. Permohonan berhenti sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh:
a) PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
b) PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
3. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada angka 2, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima;
5. Dalam hal PNS yang diberhentikan memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada angka 2 menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
6. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada angka 5, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK;
7. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
b. Bagi PNS yang tidak mengundurkan diri setelah menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. PNS yang diketahui tidak mengundurkan diri setelah menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS;
2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada angka 1, diusulkan oleh:
a) PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
b) PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
3. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada angka 1, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada angka 3, ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja, setelah PNS yang bersangkutan terbukti menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Bagian Kesembilanbelas
Pemberhentian Karena Tidak Menjabat Lagi Sebagai Pejabat Negara

Pasal 25

(1) PNS yang tidak menjabat lagi sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial, ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menteri dan jabatan setingkat menteri, kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS apabila dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.
(2) Selama menunggu tersedianya lowongan jabatan sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali sebagai PNS dan diberikan penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan Jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diangkat sebagai pejabat negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) PNS yang diaktifkan kembali setelah selesai menjadi pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 19 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(4) PNS yang telah selesai menjadi pejabat negara mengajukan pengaktifan kembali sebagai PNS kepada PPK melalui PyB paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender, terhitung setelah yang bersangkutan diberhentikan sebagai pejabat negara.
(5) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak mengajukan pengaktifan kembali dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kalender, PyB dapat memanggil PNS yang bersangkutan untuk mengajukan pengaktifan kembali.
(6) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak mengajukan pengaktifan kembali dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kalender, maka PPK memberhentikan dengan hormat sebagai PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) PNS yang diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditempatkan pada unit kerja yang sesuai dengan kompetensi yang bersangkutan sebelum diangkat sebagai pejabat negara dan tetap bekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Dalam hal tersedia lowongan jabatan, PNS yang bersangkutan dapat diangkat dalam jabatan yang lebih tinggi, jabatan yang setara, atau jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
(9) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhitung mulai akhir bulan sejak 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.

Bagian Keduapuluh
Tata Cara Pemberhentian Karena Tidak Menjabat Lagi Sebagai Pejabat Negara

Pasal 26

Tata Cara Pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagai berikut:
a. Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara dan tidak tersedia lowongan Jabatan diusulkan oleh:
1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
b. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf b. ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf a menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
e. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf d, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK.
f. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.

Bagian Keduapuluhsatu
Pemberhentian Karena Hal Lain

Paragraf 1

Pemberhentian Karena Tidak Melaporkan Diri Setelah Selesai Cuti di Luar Tanggungan Negara atau Pemberhentian Karena Setelah Selesai Menjalani Cuti di Luar Tanggungan Negara Dalam Waktu 1 (satu) Tahun Tidak Dapat Disalurkan

Pasal 27

(1) PNS yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara wajib melaporkan diri secara tertulis kepada instansi induknya.
(2) Batas waktu melaporkan diri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan, setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara.
(3) PNS yang tidak melaporkan diri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberhentikan dengan hormat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Presiden atau PPK paling lama
14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
(5) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mulai berlaku pada akhir bulan setelah yang bersangkutan melewati batas waktu yang ditentukan untuk melapor setelah berakhirnya cuti di luar tanggungan negara.
(6) PNS yang cuti di luar tanggungan negara, tidak melaporkan diri kepada instansi induknya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 20 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(7) PNS yang melaporkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi tidak dapat diangkat dalam Jabatan pada instansi induknya, disalurkan pada instansi lain.
(8) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diaktifkan kembali sebagai PNS sesuai Jabatan yang tersedia.
(9) Pengaktifan kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (7), memerhatikan antara kompetensi jabatan yang dimiliki dengan syarat jabatan.
(10) Penyaluran pada instansi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan oleh PPK setelah berkoordinasi dengan Kepala BKN.
(11) PNS yang tidak dapat disalurkan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(12) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (11), ditetapkan oleh Presiden atau PPK terhitung mulai akhir bulan ke 12 (dua belas), sejak yang bersangkutan melaporkan diri.
(13) PNS yang cuti di luar tanggungan negara, melaporkan diri kepada instansi induknya dan menunggu selama 1 (satu) tahun, namun belum dapat diangkat dalam jabatan pada instansi induknya atau disalurkan pada instansi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (11), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 21 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(14) Selama menunggu disalurkan pada instansi lain, PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
(15) Penghasilan yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung mulai tanggal pengaktifan dan pengangkatannya dalam jabatan PNS.
(16) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (11), diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Pemberhentian Karena Menggunakan Ijazah Palsu

Pasal 28

(1) PNS yang terbukti menggunakan ijazah palsu dalam pembinaan kepegawaian diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
(2) Ijazah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), merupakan dokumen resmi yang diterbitkan sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau kelulusan suatu jenjang pendidikan.
(3) Ijazah palsu merupakan ijazah yang bentuk, ciri dan isinya tidak sah.
(4) Kriteria ijazah palsu antara lain sebagai berikut:
a. blangko ijazahnya palsu;
b. blangko ijazahnya sah dikeluarkan lembaga yang berwenang, tetapi tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang untuk menandatangani ijazah;
c. blangko ijazahnya sah dikeluarkan lembaga yang berwenang, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang untuk menandatangani ijazah, tetapi sebagian maupun seluruh isinya tidak benar; dan/atau
d. Ijazah yang diperoleh dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan.
(5) PNS yang diduga menggunakan ijazah palsu dilakukan penelitian dan pembuktian oleh pejabat yang berwenang menentukan keaslian ijazah.
(6) Pejabat yang berwenang menentukan keaslian ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur sebagai berikut;
a. di lingkungan kementerian yang mempunyai tugas antara lain menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi yaitu:
1. Menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi Luar Negeri;
2. Pimpinan perguruan tinggi negeri bagi ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi negeri; dan
3. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi swasta.
b. di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, yaitu:
1. Pimpinan perguruan tinggi negeri, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agama;
2. Ketua Koordinator Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi agama islam swasta; dan
3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah atau yang sederajat, baik madrasah negeri maupun swasta.
c. di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, bagi ijazah yang dikeluarkan sekolah-sekolah kesehatan atau yang sejenis baik negeri maupun swasta.
d. di lingkungan pemerintah daerah, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota, bagi ijazah yang dikeluarkan Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Dasar atau yang sederajat, baik sekolah negeri maupun swasta.
e. di lingkungan instansi pemerintah lainnya, yaitu Menteri/Pejabat lain yang ditunjuk, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah/lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(7) PNS yang terbukti menggunakan ijazah palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, apabila ijazahnya digunakan dalam pembinaan kepegawaian untuk kenaikan pangkat, kepentingan karir dan/atau jabatan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), berlaku secara mutatis mutandis terhadap Calon PNS.

Paragraf 3
Pemberhentian Karena Tidak Melaporkan Diri Setelah Selesai Tugas Belajar

Pasal 29

(1) PNS yang telah selesai menjalankan tugas belajar wajib melapor kepada PPK paling lama 15 (lima belas) hari kerja, sejak berakhirnya masa tugas belajar.
(2) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat secara tertulis.
(3) Batas wajib melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak berakhirnya tugas belajar yang tercantum dalam surat perintah tugas belajar.
(4) Dalam hal PNS tidak melapor kepada PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) PNS yang telah menyelesaikan tugas belajarnya namun yang bersangkutan belum melapor secara tertulis kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 22 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Paragraf 4
Pemberhentian Karena Menolak Untuk Diangkat Kembali Dalam Jabatan Pada Saat Menerima Uang Tunggu

Pasal 30

(1) PNS yang menerima uang tunggu yang menolak untuk diangkat kembali dalam Jabatan, diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS pada akhir bulan yang bersangkutan menolak untuk diangkat kembali.
(2) Penolakan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat secara tertulis.

Paragraf 5
Pemberhentian Karena Tidak Menjabat Lagi Sebagai Komisioner atau Anggota Lembaga Nonstruktural

Pasal 31

(1) PNS yang tidak menjabat lagi sebagai komisioner atau anggota lembaga nonstruktural, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS apabila dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.
(2) PNS yang telah selesai menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural mengajukan pengaktifan kembali sebagai PNS kepada PPK melalui PyB paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender, terhitung setelah yang bersangkutan diberhentikan sebagai komisioner atau anggota lembaga nonstruktural.
(3) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak mengajukan pengaktifan kembali dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kalender, PyB dapat memanggil PNS yang bersangkutan untuk mengajukan pengaktifan kembali.
(4) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak mengajukan pengaktifan kembali dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kalender, maka PPK memberhentikan dengan hormat sebagai PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhitung mulai akhir bulan sejak 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.
(6) PNS yang mengajukan pengaktifkan kembali setelah selesai menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural dan setelah 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan jabatan, sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 23 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Paragraf 6
PNS Yang Tidak Dapat Memperbaiki Kinerja Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 32

(1) PNS yang tidak memenuhi target kinerja diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
(2) Target kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam sasaran kinerja pegawai (SKP) dan akan dilakukan penilaian kinerja setiap tahunnya.
(3) Penilaian Kinerja PNS dinyatakan dengan angka dan sebutan atau predikat sebagai berikut:
a. Sangat Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka kurang dari/sama dengan 110 (seratus sepuluh) sampai angka kurang dari/sama dengan
120 (seratus dua puluh) dan menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara;
b. Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 90 (sembilan puluh) sampai angka kurang dari/sama dengan 120 (seratus dua puluh);
c. Cukup, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 70 (tujuh puluh) sampai angka sama dengan 90 (sembilan puluh);
d. Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka lebih dari 50 (lima puluh) sampai angka sama dengan 70 (tujuh puluh);
e. Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka kurang dari 50 (lima puluh).
(4) PNS diberhentikan dengan hormat karena mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat Kurang atau Sangat Kurang, apabila:
a. PNS tersebut diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya;
b. dalam hal PNS tidak menunjukan perbaikan kinerja sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka PNS yang bersangkutan harus mengikuti uji kompetensi kembali;
c. berdasarkan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada huruf b, PNS yang tidak memenuhi standar kompetensi jabatan dapat dipindahkan pada jabatan lain yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. dalam hal tidak tersedia jabatan lain yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau jabatan lebih rendah yang lowong sebagaimana dimaksud pada huruf c, PNS ditempatkan sementara pada jabatan tertentu dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun; dan
e. dalam hal setelah 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf d, tidak tersedia lowongan jabatan sesuai dengan kompetensinya, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku sejak peraturan pelaksanaan dari peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penilaian kinerja PNS diundangkan.

Bagian Keduapuluhdua
Tata Cara Pemberhentian Karena Hal Lain

Paragraf 1

Tata Cara Pemberhentian Karena Tidak Melaporkan Diri Setelah Selesai Cuti Di Luar Tanggungan Negara atau Pemberhentian Karena Setelah Selesai Menjalani Cuti di Luar Tanggungan Negara Dalam Waktu 1 (satu) Tahun Tidak Dapat Disalurkan.

Pasal 33

Tata cara pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah selesai cuti di luar tanggungan negara atau PNS yang melaporkan diri tetapi tidak dapat disalurkan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, dilakukan sebagai berikut:
a. Pemberhentian dengan hormat bagi PNS yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya atau PNS yang melaporkan diri tetapi tidak dapat disalurkan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, diusulkan oleh:
1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang pada saat mengajukan cuti di luar tanggungan negara menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
2. PyB kepada PPK bagi PNS yang pada saat mengajukan cuti di luar tanggungan negara menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
b. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf a menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
e. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf d, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK.
f. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
g. Contoh pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN tentang pemberian pensiun PNS sebagaimana dimaksud pada huruf d, tercantum dalam Angka 24 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Paragraf 2
Tata Cara Pemberhentian Pemberhentian Karena Menggunakan Ijazah Palsu

Pasal 33

Tata cara pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi PNS yang menggunakan ijazah palsu dilakukan sebagai berikut:
a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi PNS yang menggunakan ijazah palsu, diusulkan oleh:
1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
b. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, setelah usul pemberhentian secara lengkap diterima.
d. Sebelum Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf a, PPK melalui PyB mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang menentukan keaslian ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6).
e. Pejabat yang berwenang menentukan keaslian ijazah sebagimana dimaksud pada huruf d, melakukan penelitian dan pembuktian terhadap PNS yang diduga menggunakan ijazah palsu.
f. Pejabat yang berwenang menentukan keaslian ijazah menyampaikan hasil penelitian dan pembuktian kepada PPK melalui PyB.
g. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pembuktian sebagaimana dimaksud pada huruf e, PNS terbukti menggunakan ijazah palsu dalam pembinaan kepegawaian, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri terhitung akhir bulan sejak terbukti menggunakan ijazah palsu.
h. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pembuktian sebagaimana dimaksud pada huruf e, PNS terbukti menggunakan ijazah palsu untuk melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan diberikan hak kepegawaian kecuali jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhitung akhir bulan sejak terbukti menggunakan ijazah palsu.
i. Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada huruf g, diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan mendapatkan jaminan pensiun, maka diatur sebagai berikut:
  1. Pangkat yang dipergunakan sebagai dasar penetapan pokok pensiun merupakan pangkat yang dimiliki sebelum menggunakan ijazah yang dinyatakan palsu untuk kenaikan pangkat;
  2. Masa kerja dihitung penuh sejak CPNS sampai diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
j. Dalam hal PNS yang diberhentikan memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun, maka PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf a menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
k. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar usul pemberhentian dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf j, memberikan Pertimbangan Teknis Pensiun PNS dan janda/duda kepada Presiden atau PPK.
l. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
m. Contoh pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN tentang pemberian pensiun PNS sebagaimana dimaksud pada huruf l, tercantum dalam Angka 24 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

    Download Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Download Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS. Semoga bisa bermanfaat.

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel