Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
23 Des 2019
Berikut ini adalah berkas Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Download file format PDF.
Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi penjelasan atas Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik:
Bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dari UU ITE mengalami persoalan-persoalan.
Pertama, terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, Nomor 5/PUU-VIII/2010, dan Nomor 20/PUU-XIV /2016.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, negara haruslah menyimpanginya dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV /2016, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk mencegah terjadinya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, Mahkamah menegaskan bahwa setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih lagi dalam rangka penegakan hukum. Oleh karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menambahkan kata atau frasa "khususnya" terhadap frasa "Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik". Agar tidak terjadi penafsiran bahwa putusan tersebut akan mempersempit makna atau arti yang terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE.
Kedua, ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.
Ketiga, karakteristik virtualitas ruang siber memungkinkan konten ilegal seperti Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/ atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin, disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam rangka melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, diperlukan penegasan peran Pemerintah dalam mencegah penyebarluasan konten ilegal dengan melakukan tindakan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi Indonesia serta dibutuhkan kewenangan bagi penyidik untuk meminta informasi yang terdapat dalam Penyelenggara Sistem Elektronik untuk kepentingan penegakan hukum tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keempat, penggunaan setiap informasi melalui media atau Sistem Elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. Untuk itu, dibutuhkan jaminan pemenuhan perlindungan diri pribadi dengan mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menghapus Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan kembali ketentuan keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dalam Penjelasan Pasal 5, menambah ketentuan kewajiban penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan dalam Pasal 26, mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) mengenai pendelegasian penyusunan tata cara intersepsi ke dalam undang-undang, menambah peran Pemerintah dalam melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam Pasal 40, mengubah beberapa ketentuan mengenai penyidikan yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 43, dan menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dari UU ITE mengalami persoalan-persoalan.
Pertama, terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, Nomor 5/PUU-VIII/2010, dan Nomor 20/PUU-XIV /2016.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, negara haruslah menyimpanginya dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV /2016, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk mencegah terjadinya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, Mahkamah menegaskan bahwa setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih lagi dalam rangka penegakan hukum. Oleh karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menambahkan kata atau frasa "khususnya" terhadap frasa "Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik". Agar tidak terjadi penafsiran bahwa putusan tersebut akan mempersempit makna atau arti yang terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE.
Kedua, ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.
Ketiga, karakteristik virtualitas ruang siber memungkinkan konten ilegal seperti Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/ atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin, disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam rangka melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, diperlukan penegasan peran Pemerintah dalam mencegah penyebarluasan konten ilegal dengan melakukan tindakan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi Indonesia serta dibutuhkan kewenangan bagi penyidik untuk meminta informasi yang terdapat dalam Penyelenggara Sistem Elektronik untuk kepentingan penegakan hukum tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keempat, penggunaan setiap informasi melalui media atau Sistem Elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. Untuk itu, dibutuhkan jaminan pemenuhan perlindungan diri pribadi dengan mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menghapus Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan kembali ketentuan keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dalam Penjelasan Pasal 5, menambah ketentuan kewajiban penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan dalam Pasal 26, mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) mengenai pendelegasian penyusunan tata cara intersepsi ke dalam undang-undang, menambah peran Pemerintah dalam melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam Pasal 40, mengubah beberapa ketentuan mengenai penyidikan yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 43, dan menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mails, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kade Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/ atau media elektronik lainnya.
- Teknologi lnformasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/ atau menyebarkan informasi.
- Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/ atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/ atau menyebarkan Informasi Elektronik.
- Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/ atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
- Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
- Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
- Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
- Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
- Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
- Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan se bagai alat verifikasi dan autentikasi.
- Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
- Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
- Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam janngan.
- Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/ atau Sistem Elektronik lainnya.
- Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
- Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
- Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
- Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
- Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
- Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
- Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Download Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).pdf [Download Link]
Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.pdf [Download Link]
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Undang-Undang (UU) Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Semoga bisa bermanfaat.