Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0
17 Jan 2020
Berikut ini adalah berkas Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0. Download file format PDF.
Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0
Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0 ini diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMK - Dirjen Dikdasmen - Kemdikbud RI.
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0:
Tujuan dari penyusunan buku ini adalah untuk menghasilkan suatu produk inovasi berupa model daya saing SMK dalam bursa tenaga kerja 4.0. Hasil model ini diharapkan dapat menjadikan rujukan dan standar pengembangan kompetensi lulusan bagi SMK serta menjadi bahan pertimbangan bagi para ahli dan pemangku kebijakan dalam mengembangkan pendidikan.
Nawacita Revitalisasi SMK
Bonus demografi Indonesia yang puncaknya akan terjadi pada 2030-2040 dimana pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Bonus demografi juga berpotensi menjadi masalah sosial jika tidak dipersiapkan dengan matang. Memaksimalkan bonus demografi menjadi keunggulan yang potensial untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sangat penting. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu jenjang pendidikan menengah yang menyiapkan tenaga kerja industri harus menjadi fokus utama dalam upaya peningkatan kualitas SDM.
Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia menjadi landasan untuk pengembangan SDM Indonesia yang berkualifikasi dan bersertifikasi sebagai tenaga kerja yang memiiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Revitalisasi SMK menginstruksikan kepada para menteri kabinet kerja, Badan Nasional Sertifikasi Profesi, dan Gubernur, mendapat tugas untuk: (1) mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia, dan (2) menyusun peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada peta jalan pengembangan SMK. Instruksi Presiden nomer 9 tahun 2016 ini seharusnya menggerakkan semua stakeholder baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian dan badan yang berwenang untuk pro aktif memfasilitasi SMK dalam mencapai tujuannya 2 Daya Saing SMK dalam Bursa Tenaga Kerja 4.0 menyiapkan lulusan untuk bekerja, berwirausaha dan melanjutkan (BMW).
Pemerintahan Presiden Jokowi menetapkan nawacita sebagai 9 agenda prioritas pembangunan bangsa, sehingga menjadi landasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk menetapkan enam prioritas program yang merujuk pada nawacita Program Indonesia Pintar (PIP) ditujukan kepada anak usia sekolah dari keluarga miskin baik di perkotaan maupun daerah terdepan terluar dan tertinggal (3T) untuk dapat menikmati layanan pendikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yag dituangkan dalam peraturan presiden nomer 87 tahun 2017 bertujuan menguatkan nilai karakter religius, nasionalisme, kemandirian, dan integritas baik di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran SMK wajib mengimplementasikan nilai-nilai karakter. Program revitalisasi SMK yang selanjutnya berkembang menjadi revitalisasi pendidikan vokasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM yang disiapkan sebagai tenaga kerja agar memiliki produktivitas dan inovasi sehinggga mendorong peningkatan ekonomi dan daya saing bangsa. Program dimaksudkan untuk menghilangkan kastanisasi di lingkungan pendidikan untuk pemerataan akses pendidikan berkualitas pada setiap zona pendidikan.
Pemajuan bidang kebudayaan dituangkan dalam undang-undang nomer 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan sebagai upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan di seluruh provinsi. Program digitalisasi sekolah, dimaksudkan untuk mempersiapkan sekolah memasuki era revolusi industri 4.0. Program ini menandai setiap SMK harus menyiapkan diri baik SDM maupun infrasruktur, manajemen dan program pembelajaran harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk menghadapi perkembangan industri yang sudah bergerak menuju Revolusi Industri 4.0. Menyiapkan SDM (guru dan siswa) untuk memiliki keterampilan digital menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan sekarang dan dimasa depan.
Industri Making Indonesia 4.0
Agenda “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan Revolusi indsutri 4.0 (4IR) telah diluncurkan oleh kementerian perindustrian pada April 2018. Peta Jalan Making Indonesia 4.0 memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri Indonesia dimasa yang akan datang.
Peningkatan SDM menjadi salah prioritas dalam mewujudkan Making Indonesia 4.0. Agenda Making Indonesia 4.0 semakin menegaskan kebutuhan SDM yang berkualitas selaras dengan tujuan revitalisasi SMK. Komitmen serta partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, kemitraan dengan pihak swasta dan pelaku industri terkemuka, investor, institusi pendidikan lembaga riset, maka Making Indonesia 4.0 dapat dijalankan dengan sukses (sumber: sambutan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, 2018).
Peningkatan SDM menjadi salah prioritas dalam mewujudkan Making Indonesia 4.0 menegaskan kebutuhan SDM yang berkualitas selaras dengan tujuan revitalisasi SMK.
Hampir semua bidang Keahlian yang ada di SMK memiliki keterkaitan/irisan kebutuhan SDM di lima sektor prioritas dalam Making Indonesia 4.0. Untuk itu sangat diperlukan reorientasi kurikulum SMK yang menuju kompetensi SDM yang dibutuhkan di era 4IR untuk mensukseskan agenda Making Indonesia 4.0.
Tantangan Sekolah Menengah Kejuruan di Era 4.0
Globalisasi memberikan peluang dan tantangan bagi Sekolah Menengah Kejuruan itu sendiri pada abad 21. Lalu lintas barang dan SDM sudah tidak lagi dibatasi wilayah. Interaksi antar manusia sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Kondisi ini menjadi peluang bagi SDM Indonesia yang memiliki potensi bonus demografi untuk mampu berperan aktif dalam mengambil berbagai peluang kebutuhan SDM di nasional, regional dan internasional. Tantangannya adalah bagaimanana daya saing SDM Indonesia dengan SDM Asing, mampukan SDM Indonesia bersaing di negeri sendiri maupun di luar negeri sebagai tenaga teknis/profesional.
Tantangan berikutnya adalah perkembangan teknologi yang semakin cepat dengan munculnya berbagai teknologi “smart” seperti robotic, artificial inteligent, 3D printing, Augmented reality, Virtual Reality, Cloud Computing, Internet of things dan lainnya yang mampu menggantikan pekerjaaan manusia. Pertanyaan yang muncul adalah masihkah relevan keterampilan yang diajarkan di SMK saat ini dengan kebutuhan SDM di masa depan. Kondisi masa depan yang sudah mulai sulit diramalkan karena muncul hal-hal baru akibat peggunaan dan penciptaan teknologi yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga mengagetkan dan membuat tatanan yang ada menjadi lebih dinamis dan berubah cepat (era disrupsi) harus mampu diantisipasi oleh SMK. SMK harus mampu menciptakan individu yang memiliki kombinasi pengetahuan, ketrampilan praktis dan sosial, sikap positif dan kemampuan digital untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tuntut lingkungan kerja maupun masyarakat.
Beberapa jenis pekerjaan yang rentan digantikan otomasi di antaranya pemrosesan data atau data entry, petugas payroll, transaction processors, hingga operator mesin. Beberapa jenis pekerjaan sudah mulai berkurang bahkan hilang seperti penjaga pintu tol digantikan dengan peralatan E-toll, kasir digantikan dengan pembayaran digital, teller bank digantikan dengan mesin ATM tarik tunai, operator las digantikan dengan robot pengelasan, operator telepon digantikan dengan mesin penjawab otomatis, maraknya anjungan-anjungan penjulan mandiri yang tidak lagi memerlukan penjaga toko, layanan-layanan penjualan online yang memberikan layanan secara personal berbatuan aplikasi akan terus mengurangi pekerja sebagai akibat dari proses otomatisasi dan teknologi yang berkembang.
Jika SMK masih mengajarkan keterampilan- keterampilan yang konvensional, tidak sesuai dengan tuntutan dunia kerja, dan masyarakat yang berpotensi hilang dan berkurang maka akan semakin banyak menghasilkan pengangguran. Hal ini akan mengakibatkan problematika yang serius dan menjadi tantangan yang berat bagi bangsa ini seiring dengan bonus demografi jika SMK tidak mampu mengantisipasi kebutuhan SDM di masa depan dan segera melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner.
Capaian pembelajaran SMK harus mencerminkan kemampuan adaptasi terhadap perkembangan sosial ekonomi, dan teknologi. Setiap individu harus menyadari perlunya belajar seumur hidup (lifelong learning) untuk meningkatkan karir secara berkelanjutan seiring perubahan tuntutan kompetensi akibat perubahan teknologi. Untuk menghadapi tantangan tersebut Maclean, et, al, (2013: 37), mengemukakan beberapa langkah tentatif yang harus dilakukan oleh penyedia pendidikan formal di beberapa negara, diantaranya;
Menuju revolusi Industri 4.0 adalah upaya transformasi untuk meningkatkan efisiensi pada setiap rantai nilai dengan mengintegrasikan kemampuan digital dan lini produksi di industri yang mengacu pada peningkatan otomatisasi, komunikasi machine to machine dan human to machine, artificial intelligence, dan pengembangan teknologi berkelanjutan pada industri. Tuntutan itu tak dapat dihindarkan, tetapi harus disambut dengan mempersiapkan diri semaksimal mungkin menyambut era tersebut.
Implementasi Revolusi Industri 4.0 membutuhkan keterampilan baru sehingga dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kompetensi sesuai dengan pengembangan teknologi menjadi sebuah keharusan yang tak dapat ditawar.
Reformasi Technical and Vocational Education and Training (TVET) atau Sistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, harus sejalan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 dan pendidikan Abad XXI membutuhkan perubahan pada perkembangan teknologi, budaya, sosial, dan ilmu pengetahuan. Lebih jauh dijelaskan oleh Hang, Thuy & Tam (2018) bahwa dalam reformasi TVET untuk meningkatkan kualitas pelatihan dan kepuasan peserta didik, maka diperlukan tiga faktor penting yakni sumber daya manusia, peralatan pelatihan dan kemampuan teknologi.
Isu yang selalu menerpa sistem pendidikan kejuruan di Indonesia adalah kualitas lulusan belum terjadi kesesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha (Afrina, Eka, dkk. 2018). Untuk itu diperlukan tinjuan menyeluruh terhadap kurikulum, sarana dan prasarana, kualitas pendidik dan tenaga pendidikan, pembiayaan dan pengelolaan SMK. Tinjauan tersebut perlu di selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri agar mampu menghasilkan tenaga siap untuk bekerja, siap untuk berwirausaha, dan siap untuk melanjutkan pendidikan di era revolusi industri 4.0.
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0:
Tujuan dari penyusunan buku ini adalah untuk menghasilkan suatu produk inovasi berupa model daya saing SMK dalam bursa tenaga kerja 4.0. Hasil model ini diharapkan dapat menjadikan rujukan dan standar pengembangan kompetensi lulusan bagi SMK serta menjadi bahan pertimbangan bagi para ahli dan pemangku kebijakan dalam mengembangkan pendidikan.
Nawacita Revitalisasi SMK
Bonus demografi Indonesia yang puncaknya akan terjadi pada 2030-2040 dimana pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Bonus demografi juga berpotensi menjadi masalah sosial jika tidak dipersiapkan dengan matang. Memaksimalkan bonus demografi menjadi keunggulan yang potensial untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sangat penting. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu jenjang pendidikan menengah yang menyiapkan tenaga kerja industri harus menjadi fokus utama dalam upaya peningkatan kualitas SDM.
Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia menjadi landasan untuk pengembangan SDM Indonesia yang berkualifikasi dan bersertifikasi sebagai tenaga kerja yang memiiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Revitalisasi SMK menginstruksikan kepada para menteri kabinet kerja, Badan Nasional Sertifikasi Profesi, dan Gubernur, mendapat tugas untuk: (1) mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia, dan (2) menyusun peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada peta jalan pengembangan SMK. Instruksi Presiden nomer 9 tahun 2016 ini seharusnya menggerakkan semua stakeholder baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian dan badan yang berwenang untuk pro aktif memfasilitasi SMK dalam mencapai tujuannya 2 Daya Saing SMK dalam Bursa Tenaga Kerja 4.0 menyiapkan lulusan untuk bekerja, berwirausaha dan melanjutkan (BMW).
Pemerintahan Presiden Jokowi menetapkan nawacita sebagai 9 agenda prioritas pembangunan bangsa, sehingga menjadi landasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk menetapkan enam prioritas program yang merujuk pada nawacita Program Indonesia Pintar (PIP) ditujukan kepada anak usia sekolah dari keluarga miskin baik di perkotaan maupun daerah terdepan terluar dan tertinggal (3T) untuk dapat menikmati layanan pendikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yag dituangkan dalam peraturan presiden nomer 87 tahun 2017 bertujuan menguatkan nilai karakter religius, nasionalisme, kemandirian, dan integritas baik di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran SMK wajib mengimplementasikan nilai-nilai karakter. Program revitalisasi SMK yang selanjutnya berkembang menjadi revitalisasi pendidikan vokasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM yang disiapkan sebagai tenaga kerja agar memiliki produktivitas dan inovasi sehinggga mendorong peningkatan ekonomi dan daya saing bangsa. Program dimaksudkan untuk menghilangkan kastanisasi di lingkungan pendidikan untuk pemerataan akses pendidikan berkualitas pada setiap zona pendidikan.
Pemajuan bidang kebudayaan dituangkan dalam undang-undang nomer 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan sebagai upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan di seluruh provinsi. Program digitalisasi sekolah, dimaksudkan untuk mempersiapkan sekolah memasuki era revolusi industri 4.0. Program ini menandai setiap SMK harus menyiapkan diri baik SDM maupun infrasruktur, manajemen dan program pembelajaran harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk menghadapi perkembangan industri yang sudah bergerak menuju Revolusi Industri 4.0. Menyiapkan SDM (guru dan siswa) untuk memiliki keterampilan digital menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan sekarang dan dimasa depan.
Industri Making Indonesia 4.0
Agenda “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan Revolusi indsutri 4.0 (4IR) telah diluncurkan oleh kementerian perindustrian pada April 2018. Peta Jalan Making Indonesia 4.0 memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri Indonesia dimasa yang akan datang.
Peningkatan SDM menjadi salah prioritas dalam mewujudkan Making Indonesia 4.0. Agenda Making Indonesia 4.0 semakin menegaskan kebutuhan SDM yang berkualitas selaras dengan tujuan revitalisasi SMK. Komitmen serta partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, kemitraan dengan pihak swasta dan pelaku industri terkemuka, investor, institusi pendidikan lembaga riset, maka Making Indonesia 4.0 dapat dijalankan dengan sukses (sumber: sambutan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, 2018).
Peningkatan SDM menjadi salah prioritas dalam mewujudkan Making Indonesia 4.0 menegaskan kebutuhan SDM yang berkualitas selaras dengan tujuan revitalisasi SMK.
Hampir semua bidang Keahlian yang ada di SMK memiliki keterkaitan/irisan kebutuhan SDM di lima sektor prioritas dalam Making Indonesia 4.0. Untuk itu sangat diperlukan reorientasi kurikulum SMK yang menuju kompetensi SDM yang dibutuhkan di era 4IR untuk mensukseskan agenda Making Indonesia 4.0.
Tantangan Sekolah Menengah Kejuruan di Era 4.0
Globalisasi memberikan peluang dan tantangan bagi Sekolah Menengah Kejuruan itu sendiri pada abad 21. Lalu lintas barang dan SDM sudah tidak lagi dibatasi wilayah. Interaksi antar manusia sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Kondisi ini menjadi peluang bagi SDM Indonesia yang memiliki potensi bonus demografi untuk mampu berperan aktif dalam mengambil berbagai peluang kebutuhan SDM di nasional, regional dan internasional. Tantangannya adalah bagaimanana daya saing SDM Indonesia dengan SDM Asing, mampukan SDM Indonesia bersaing di negeri sendiri maupun di luar negeri sebagai tenaga teknis/profesional.
Tantangan berikutnya adalah perkembangan teknologi yang semakin cepat dengan munculnya berbagai teknologi “smart” seperti robotic, artificial inteligent, 3D printing, Augmented reality, Virtual Reality, Cloud Computing, Internet of things dan lainnya yang mampu menggantikan pekerjaaan manusia. Pertanyaan yang muncul adalah masihkah relevan keterampilan yang diajarkan di SMK saat ini dengan kebutuhan SDM di masa depan. Kondisi masa depan yang sudah mulai sulit diramalkan karena muncul hal-hal baru akibat peggunaan dan penciptaan teknologi yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga mengagetkan dan membuat tatanan yang ada menjadi lebih dinamis dan berubah cepat (era disrupsi) harus mampu diantisipasi oleh SMK. SMK harus mampu menciptakan individu yang memiliki kombinasi pengetahuan, ketrampilan praktis dan sosial, sikap positif dan kemampuan digital untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tuntut lingkungan kerja maupun masyarakat.
Beberapa jenis pekerjaan yang rentan digantikan otomasi di antaranya pemrosesan data atau data entry, petugas payroll, transaction processors, hingga operator mesin. Beberapa jenis pekerjaan sudah mulai berkurang bahkan hilang seperti penjaga pintu tol digantikan dengan peralatan E-toll, kasir digantikan dengan pembayaran digital, teller bank digantikan dengan mesin ATM tarik tunai, operator las digantikan dengan robot pengelasan, operator telepon digantikan dengan mesin penjawab otomatis, maraknya anjungan-anjungan penjulan mandiri yang tidak lagi memerlukan penjaga toko, layanan-layanan penjualan online yang memberikan layanan secara personal berbatuan aplikasi akan terus mengurangi pekerja sebagai akibat dari proses otomatisasi dan teknologi yang berkembang.
Jika SMK masih mengajarkan keterampilan- keterampilan yang konvensional, tidak sesuai dengan tuntutan dunia kerja, dan masyarakat yang berpotensi hilang dan berkurang maka akan semakin banyak menghasilkan pengangguran. Hal ini akan mengakibatkan problematika yang serius dan menjadi tantangan yang berat bagi bangsa ini seiring dengan bonus demografi jika SMK tidak mampu mengantisipasi kebutuhan SDM di masa depan dan segera melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner.
Capaian pembelajaran SMK harus mencerminkan kemampuan adaptasi terhadap perkembangan sosial ekonomi, dan teknologi. Setiap individu harus menyadari perlunya belajar seumur hidup (lifelong learning) untuk meningkatkan karir secara berkelanjutan seiring perubahan tuntutan kompetensi akibat perubahan teknologi. Untuk menghadapi tantangan tersebut Maclean, et, al, (2013: 37), mengemukakan beberapa langkah tentatif yang harus dilakukan oleh penyedia pendidikan formal di beberapa negara, diantaranya;
- Memastikan bahwa belajar sebagai salah satu perpindahan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya;
- Meningkatkan artikulasi antara tingkat dan jenis pendidikan dan pelatihan;
- Merevisi kerangka kualifikasi, akreditasi, jaminan kualitas, indikator dan penilaian sistem, dan membangun kerangka kesetaraan untuk lebih mengenal pendidikan kejuruan, dewasa dan melanjutkan pendidikan, pelatihan, magang dan nonformal program dalam industri;
- Membuat lebih efektif penggunaan IT dan sistem pembelajaran terbuka untuk yang sulit dijangkau dan untuk mendukung pelatihan on-the-job;
- Meningkatkan pendanaan dan memberikan insentif lainnya untuk mendukung pendidikan non-formal dan pelatihan (yaitu dewasa dan pendidikan berkelanjutan, LSM dan pelatihan berbasis industri) dengan tetap menjaga (dan jika perlu juga meningkat) dukungan untuk pendidikan formal untuk mencapai tujuan nasional dan internasional, serta;
- Mengembangkan kerangka kebijakan terpadu untuk mendorong reformasi seluruh pendidikan formal dan nonformal dan sistem pelatihan.
Menuju revolusi Industri 4.0 adalah upaya transformasi untuk meningkatkan efisiensi pada setiap rantai nilai dengan mengintegrasikan kemampuan digital dan lini produksi di industri yang mengacu pada peningkatan otomatisasi, komunikasi machine to machine dan human to machine, artificial intelligence, dan pengembangan teknologi berkelanjutan pada industri. Tuntutan itu tak dapat dihindarkan, tetapi harus disambut dengan mempersiapkan diri semaksimal mungkin menyambut era tersebut.
Implementasi Revolusi Industri 4.0 membutuhkan keterampilan baru sehingga dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kompetensi sesuai dengan pengembangan teknologi menjadi sebuah keharusan yang tak dapat ditawar.
Reformasi Technical and Vocational Education and Training (TVET) atau Sistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, harus sejalan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 dan pendidikan Abad XXI membutuhkan perubahan pada perkembangan teknologi, budaya, sosial, dan ilmu pengetahuan. Lebih jauh dijelaskan oleh Hang, Thuy & Tam (2018) bahwa dalam reformasi TVET untuk meningkatkan kualitas pelatihan dan kepuasan peserta didik, maka diperlukan tiga faktor penting yakni sumber daya manusia, peralatan pelatihan dan kemampuan teknologi.
Isu yang selalu menerpa sistem pendidikan kejuruan di Indonesia adalah kualitas lulusan belum terjadi kesesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha (Afrina, Eka, dkk. 2018). Untuk itu diperlukan tinjuan menyeluruh terhadap kurikulum, sarana dan prasarana, kualitas pendidik dan tenaga pendidikan, pembiayaan dan pengelolaan SMK. Tinjauan tersebut perlu di selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri agar mampu menghasilkan tenaga siap untuk bekerja, siap untuk berwirausaha, dan siap untuk melanjutkan pendidikan di era revolusi industri 4.0.
Urgensi Meningkatkan Daya Saing SMK
Pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi namun tidak di imbangi dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan kerja akan berdampak pada meningkatnya pengangguran terdidik. Porter (1994) menekankan pentingnya modal manusia dalam bentuk kuantitas yang juga perlu didukung dengan kemampuan yang sangat berkualitas untuk menguasai sains dan teknologi. Tenaga kerja telah menjadi penentu utama dalam membangun daya saing suatu negara. World Economic Forum (2017) dalam rilisnya pada The Global Competitiveness Report telah menetapkan tenaga kerja sebagai salah satu indikator daya saing suatu negara di antara pilar-pilar daya saing global lainnya. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa dalam meningkatkan daya saing suatu negara juga penting di imbangi dengan meningkatkan daya saing tenaga kerja.
Global Competitiveness Index 4.0 tahun 2018 merilis tentang indeks persaingan global antar negara di seluruh dunia. Indonesia sendiri berada di peringkat 45 dunia naik dua tingkat dari tahun sebelumnya yaitu peringkat 47. Namun jika dicermati ulang peringkat daya saing Indonesia di lihat dari 12 indikator masih jauh tertinggal dari negara-negara lainnya, khususnya di negara Asia Timur dan Pasifik. Indonesia hanya unggul dari sisi market size dan business dynamism. Berikut ini adalah gambar persaingan global negara Indonesia dibandingkan dengan rata-rata persaingan global di negara-negara Asia Timur dan Pasifik.
Revolusi industri saat ini tidak hanya tentang ekonomi internasional dan masalah perdagangan tetapi juga mengacu pada masalah lainnya, seperti demokratisasi, sains, teknologi, informasi, pendidikan dan juga sumber daya manusia. Tenaga kerja telah menjadi salah satu isu sentral dalam revolusi industri 4.0 ini. Sumber daya manusia menjadi input bagi keberlanjutan era ekonomi baru. Di era digital, para pekerja dituntut untuk memiliki keterampilan profesional dalam hal kemampuan untuk berinovasi dan menjadi kreatif agar dapat bersaing di pasar internasional. Perkembangan revolusi industri dari penggunaan teknologi atau robot denga kecerdasan buatan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja manusia dan keterampilan yang dibutuhkan.
Lulusan SMK dapat menjadi tenaga kerja yang terampil dan berkualitas apabila benar-benar menguasai aspek hard skills dan soft skills (Sudana, 2014: 459). SMK harus memadukan ilmu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan sikap/tingkah laku (attitude and behaviour) untuk memenuhi standar kecakapan calon tenaga kerja. Hal ini dilakukan dengan memadukan keterampilan dasar (core skills), keterampilan kerja (employability skills) dan keterampilan vokasi (vocational skills) (British Council, 2017). Bennett (2006: 1) menyebutkan bahwa tantangan terbesar dunia pendidikan kejuruan adalah; (1) Menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademik (academic skills); (2) Kemampuan pada penguasaan keterampilan yang spesifik (technical skills), dan (3) Kemampuan employabilitas (employability skills) yang seimbang.
Penetapan Standar Nasional Pendidikan SMK melalui Peraturan Menteri Pendidikan nomer 34 tahun 2018 merupakan satu langkah kebijakan yang positif untuk menjawab tantangan masa depan.
Standar kompetensi SMK merupakan patokan bahwa siswa setelah lulus harus memiliki minimal Sembilan kompetensi tersebut. Pricewaterhouse Coopers (PwC) merilis data hasil survei tentang kebutuhan keterampilan masa depan.
Proses pembelajaran di SMK ke depan diharapkan mampu untuk; (1) Meningkatkan keterampilan digital yang meliputi keterampilan menggunakan/bekerja teknologi digital, keterampilan membuat produk digital, keterampilan berbisnis dengan teknologi; (2) Mengembangkan pembelajaran terintegrasi dengan berbasis STEM (sain, teknologi, engineering/rekayasa, matematika); (3) Memperkuat kemampuan teknis yang bersertifikasi; (4) Menanamkan karakter yang kuat dan budaya industri (5) Mengembangkan kemampuan bahasa asing untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan msayrakat global, (5) Mengembangkan kapasitas diri untuk mampu ceapt beradaptasi melalui kemampuan belajar sepanjang hayat; (6) Megembangkan kemampuan berifikir tingkat tinggi untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan dan menghasilkan inovasi; (7) Mengembangkan keterampilan mengelola usaha pemilik bisnis (kepemimpinan, kreatifitas, mengambil resiko, kreativitas, inovasi, pengembangan diri).
Data BPS dalam beberapa tahun terakhir ini menyebut SMK sebagai penyumbang pengangguran tertinggi sehingga menimbulkan banyak pandangan negatif terhadap sistem pembelajaran di SMK, kemampuan lulusan SMK, pengelolaan SMK dan kebijakan pengembangan SMK. Kebijakan program revitalisasi SMK yang dimulai akhir tahun 2016 cukup memberi pengaruh positif dengan mulai menurunkan kontribusi pengangguran terbuka lulusan SMK di tahun 2017-2019.
Tingkat angka pengangguran SMK masih tertinggi meskipun trennya menurun mengindikasikan bahwa daya saing dan posisi tawar lulusan SMK di pasar kerja belum menggembirakan. Dapat diasumsikan bahwa dunia industri dan dunia industri masih memiliki alternatif lain sebagai pemasok tenaga kerja untuk level SMK dapat diperoleh dari jenjang lebih tinggi (PT) maupun jenjang yang setara (SMA/MA) ataupun jenjang di bawahnya (SD/SMP). Seiring lahirnya Peraturan Presiden nomer 8 tahun 2012 tentang kerangka kualifikasi kerja nasional (KKNI) Indonesia sebagai acuan penyetaraan kualifikasi tenaga kerja pada level jenjang 1 – 9 semakin membuka tingkat persaingan antar jenjang dan jalur pendidikan.
Berdasarkan level jenjang KKNI, lulusan SMK ditempatkan pada jenjang KKNI level II untuk SMK 3 tahun dan jenjang KKN Level III untuk SMK 4 tahun menjadikan kompetensi SMK ini juga dapat dicapai juga oleh lembaga pendidikan keterampilan (LPK/LKP) dari jalur non formal maupun secara otodidak dari jalur informal. Level II KKNI ini umumnya pada jabatan operator pada satu jenis pekerjaan tertentu yang dapat dicapai atau dilatihkan dalam waktu beberapa bulan saja. Kondisi ini membuat industri khususnya indusstri padat karya membuka kesempatan kerja semua jenjang pendidikan tanpa memprioritaskan lulusan SMK dengan persyaratan calon tenaga kerja memiliki asikap mental untuk mau bekerja dan siap belajar dan adaptasi untuk dilatih di perusahaan.
Data BPS Agustus 2018 merilis tentang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tercatat sebesar 67,26 persen, meningkat 0,59 persen poin dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan TPAK memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja. Data BPS menunjukkan penyerapan tenaga kerja pada jenjang SMK adalah paling rendah yang mengindikasikan bahwa jenjang level KKNI II sebagai level kompetensi yang dihasilkan SMK dengan asumsi jabatan paling rendah di industri adalah operator masih dapat diisi oleh lulusan dari jenjang yang setara maupun lebih rendah melalui proses pelatihan di tempat kerja.
Penyebaran SMK sesuai kompetensi kehalian yang sesuai dengan kebutuhan di kawasan industri dan potensi suatu daerah juga menyebabkan industri mencari alternatif tenaga kerja dari jenjang dan jalur pendidikan lainnya. Selain disparitas upah minimum antar daerah juga seringkali menyebabkan lulusan SMK memilih alternatif pekerjaan danggap lebih ringan dan dengan nilai upah yang sama meski tidak sesuai dengan komptensi keahliannya.
Dunia usaha dan industri yang seringkali menuntut lulusan SMK harus memiliki kompetensi kerja yang dibutuhkan namun tetap menerima lulusan SMA, SMP bahkan SD yang jelas tanpa bekal kompetensi kerja yang sesuai untuk ditempatkan pada jenjang jabatan yang sama dengan lulusan SMK seperti level operator setelah melalui pelatihan di tempat kerja. Kondisi ini menjadi paradoks dengan angaka pengangguran SMK yang tinggi namun di industri seringkali merasa sulit mencari lulusan SMK yang kompeten sehingga menerima lulusan SMA, SMP dan SD untuk mengisi kebutuhan tenaga kerjanya. Kondisi ini menunjukkan daya saing dan posisi tawar lulusan SMK di industri dapat disamakan dengan lulusan SMA, SMP, SD dengan bekal pelatihan di tempat kerja. Hal ini harus menjadi tantangan SMK untuk mampu menghasilkan lulusannya jika bekerja mampu menjadi leader (pemimpin) dari jenjang pendidikan yang setara atau di bawahnya, memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi karena pengakuan kompetensinya, menunjukkan kinerja dan sikap yang lebih produktif dan inovatif dan jika berwirausaha mampu menghasilkan produk dan jasa yang memberikan keuntangan finansial dan usahanya tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Pasternack et al. (2006) mengemukakan state that the major developments in education can be identifid as expansion, differentiation, greater flxibility, quality orientatin, standardizatin, employability, internatinalizatin, and lifelong learning. Pendidikan yang berkembang khususnya pendidikan SMK dapat dilihat dan diidentifikasi dari ekspansi sekolah, diferensiasi, fleksibilitas dalam segala aspek, mengedepankan kualitas, standar mutu, kemampuan kerja lulusan, pembelajaran secara global, dan dapat menciptakan pembelajaran seumur hidup. Selain faktor-faktor di atas, kualitas sekolah SMK dapat dilihat dari lulusannya yang mempunyai bargaining power yang tinggi di industri dengan menciptakan calon tenaga kerja yang kompeten dan terampil sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu lulusan SMK dapat dilakukan salah satunya dengan sertifikasi kompetensi.
Bargaining power menurut perspektif pendidikan vokasi merupakan lulusan yang mempunyai keterampilan atau employability skills yang unggul sehingga mempunyai daya jual tenaga kerja yang tinggi. Jika lulusan sekolah SMK mempunyai bargaining power yang tinggi maka akan mudah memperoleh pekerjaan dan dengan upah yang tinggi pula.
Daya saing adalah kemampuan untuk mencapai kesuksesan di pasar tenaga kerja yang kemudian mengarah pada ekonomi yang sangat produktif dan peningkatan standar hidup bagi populasi secara keseluruhan. Faktor yang paling penting dalam daya saing tenaga kerja adalah struktur pendidikan, serta kesesuaian supply and demand tenaga kerja dalam hal pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan upah tenaga kerja. Meningkatkan daya saing lulusan SMK tentunya tidak mudah, dibutuhkan variabel-variabel serta konsep yang mampu meningkatkan kompetensi lulusan agar nantinya ketika siswa lulus mempunyai bargaining power yang menarik untuk memasuki dunia kerja. World Economic Forum (2018: 2) menyebutkan empat indikator Indeks Daya Saing Global 4.0 diantaranya; (1) enabling environment; (2) human capital; (3) market; (4) innovation ecosystem. Indikator-indikator tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur daya saing lulusan SMK dalam bursa pasar tenaga kerja 4.0.
SMK sebagai pencetak calon tenaga kerja tentunya harus menyediakan sistim pendidikan yang baik, mempunyai good school governance, serta pendukung lainnya untuk meningkatkan kompetensi siswa agar lulusannya memiliki bargaining power. Jika terjadi demikian maka industri sebagai penyerap tenaga kerja akan membuka peluang lebih besar dalam penyerapan tenaga kerja lulusan SMK, karena pada prinsipnya industri memiliki SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, penting untuk dikaji lebih dalam berkaitan dengan miningkatkan daya saing lulusan SMK agar memilik bargaining power bursa pasar tenaga kerja 4.0.
Menurut Porter dalam Putri (2012: 14) daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk mengadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri, (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun kuantitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat, (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
Secara bebas, Tumar Sumihardjo (2008: 8) daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu. Hal senada diungkapkan oleh Rangkuti dalam Kuncoro (2008: 73), bahwa: “Keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya”.
Kata unggul, berdasarkan pendapat Sumihardjo (2008) dan Rangkuti (2003) di atas, merupakan posisi relatif organisasi terhadap organisasi lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Agus dan Rahayu (2008: 66) bahwa keunggulan merupakan posisi relatif dari suatu organisasi terhadap organisasi lainnya, baik terhadap satu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Dalam perspektif pasar, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan nilai pelanggan (customer value). Sedangkan dalam perspektif organisasi, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan kinerja organisasi yang lebih baik atau lebih tinggi.
Daya saing dalam pendidikan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan terkait. Karena itulah jika ingin mengetahui pencapaian mutu dan daya saing dalam suatu institusi, mutu haruslah dikaitkan dengan input, proses, dan output. Input pendidikan dikatakan bermutu jika siap berproses. Proses pendidikan dikatakan bermutu apabila mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Sedang output dinyatakan bermutu jika hasil akademik dan non akademik siswa tinggi.
Berdasarkan uraian diatas maka SMK membutuhkan inovasi pembelajaran, dan tata kelola SMK untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing menghadapi persaingan tenaga kerja global di era revolusi industri 4.0.
Pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi namun tidak di imbangi dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan kerja akan berdampak pada meningkatnya pengangguran terdidik. Porter (1994) menekankan pentingnya modal manusia dalam bentuk kuantitas yang juga perlu didukung dengan kemampuan yang sangat berkualitas untuk menguasai sains dan teknologi. Tenaga kerja telah menjadi penentu utama dalam membangun daya saing suatu negara. World Economic Forum (2017) dalam rilisnya pada The Global Competitiveness Report telah menetapkan tenaga kerja sebagai salah satu indikator daya saing suatu negara di antara pilar-pilar daya saing global lainnya. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa dalam meningkatkan daya saing suatu negara juga penting di imbangi dengan meningkatkan daya saing tenaga kerja.
Global Competitiveness Index 4.0 tahun 2018 merilis tentang indeks persaingan global antar negara di seluruh dunia. Indonesia sendiri berada di peringkat 45 dunia naik dua tingkat dari tahun sebelumnya yaitu peringkat 47. Namun jika dicermati ulang peringkat daya saing Indonesia di lihat dari 12 indikator masih jauh tertinggal dari negara-negara lainnya, khususnya di negara Asia Timur dan Pasifik. Indonesia hanya unggul dari sisi market size dan business dynamism. Berikut ini adalah gambar persaingan global negara Indonesia dibandingkan dengan rata-rata persaingan global di negara-negara Asia Timur dan Pasifik.
Revolusi industri saat ini tidak hanya tentang ekonomi internasional dan masalah perdagangan tetapi juga mengacu pada masalah lainnya, seperti demokratisasi, sains, teknologi, informasi, pendidikan dan juga sumber daya manusia. Tenaga kerja telah menjadi salah satu isu sentral dalam revolusi industri 4.0 ini. Sumber daya manusia menjadi input bagi keberlanjutan era ekonomi baru. Di era digital, para pekerja dituntut untuk memiliki keterampilan profesional dalam hal kemampuan untuk berinovasi dan menjadi kreatif agar dapat bersaing di pasar internasional. Perkembangan revolusi industri dari penggunaan teknologi atau robot denga kecerdasan buatan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja manusia dan keterampilan yang dibutuhkan.
Lulusan SMK dapat menjadi tenaga kerja yang terampil dan berkualitas apabila benar-benar menguasai aspek hard skills dan soft skills (Sudana, 2014: 459). SMK harus memadukan ilmu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan sikap/tingkah laku (attitude and behaviour) untuk memenuhi standar kecakapan calon tenaga kerja. Hal ini dilakukan dengan memadukan keterampilan dasar (core skills), keterampilan kerja (employability skills) dan keterampilan vokasi (vocational skills) (British Council, 2017). Bennett (2006: 1) menyebutkan bahwa tantangan terbesar dunia pendidikan kejuruan adalah; (1) Menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademik (academic skills); (2) Kemampuan pada penguasaan keterampilan yang spesifik (technical skills), dan (3) Kemampuan employabilitas (employability skills) yang seimbang.
Penetapan Standar Nasional Pendidikan SMK melalui Peraturan Menteri Pendidikan nomer 34 tahun 2018 merupakan satu langkah kebijakan yang positif untuk menjawab tantangan masa depan.
Standar kompetensi SMK merupakan patokan bahwa siswa setelah lulus harus memiliki minimal Sembilan kompetensi tersebut. Pricewaterhouse Coopers (PwC) merilis data hasil survei tentang kebutuhan keterampilan masa depan.
Proses pembelajaran di SMK ke depan diharapkan mampu untuk; (1) Meningkatkan keterampilan digital yang meliputi keterampilan menggunakan/bekerja teknologi digital, keterampilan membuat produk digital, keterampilan berbisnis dengan teknologi; (2) Mengembangkan pembelajaran terintegrasi dengan berbasis STEM (sain, teknologi, engineering/rekayasa, matematika); (3) Memperkuat kemampuan teknis yang bersertifikasi; (4) Menanamkan karakter yang kuat dan budaya industri (5) Mengembangkan kemampuan bahasa asing untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan msayrakat global, (5) Mengembangkan kapasitas diri untuk mampu ceapt beradaptasi melalui kemampuan belajar sepanjang hayat; (6) Megembangkan kemampuan berifikir tingkat tinggi untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan dan menghasilkan inovasi; (7) Mengembangkan keterampilan mengelola usaha pemilik bisnis (kepemimpinan, kreatifitas, mengambil resiko, kreativitas, inovasi, pengembangan diri).
Data BPS dalam beberapa tahun terakhir ini menyebut SMK sebagai penyumbang pengangguran tertinggi sehingga menimbulkan banyak pandangan negatif terhadap sistem pembelajaran di SMK, kemampuan lulusan SMK, pengelolaan SMK dan kebijakan pengembangan SMK. Kebijakan program revitalisasi SMK yang dimulai akhir tahun 2016 cukup memberi pengaruh positif dengan mulai menurunkan kontribusi pengangguran terbuka lulusan SMK di tahun 2017-2019.
Tingkat angka pengangguran SMK masih tertinggi meskipun trennya menurun mengindikasikan bahwa daya saing dan posisi tawar lulusan SMK di pasar kerja belum menggembirakan. Dapat diasumsikan bahwa dunia industri dan dunia industri masih memiliki alternatif lain sebagai pemasok tenaga kerja untuk level SMK dapat diperoleh dari jenjang lebih tinggi (PT) maupun jenjang yang setara (SMA/MA) ataupun jenjang di bawahnya (SD/SMP). Seiring lahirnya Peraturan Presiden nomer 8 tahun 2012 tentang kerangka kualifikasi kerja nasional (KKNI) Indonesia sebagai acuan penyetaraan kualifikasi tenaga kerja pada level jenjang 1 – 9 semakin membuka tingkat persaingan antar jenjang dan jalur pendidikan.
Berdasarkan level jenjang KKNI, lulusan SMK ditempatkan pada jenjang KKNI level II untuk SMK 3 tahun dan jenjang KKN Level III untuk SMK 4 tahun menjadikan kompetensi SMK ini juga dapat dicapai juga oleh lembaga pendidikan keterampilan (LPK/LKP) dari jalur non formal maupun secara otodidak dari jalur informal. Level II KKNI ini umumnya pada jabatan operator pada satu jenis pekerjaan tertentu yang dapat dicapai atau dilatihkan dalam waktu beberapa bulan saja. Kondisi ini membuat industri khususnya indusstri padat karya membuka kesempatan kerja semua jenjang pendidikan tanpa memprioritaskan lulusan SMK dengan persyaratan calon tenaga kerja memiliki asikap mental untuk mau bekerja dan siap belajar dan adaptasi untuk dilatih di perusahaan.
Data BPS Agustus 2018 merilis tentang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tercatat sebesar 67,26 persen, meningkat 0,59 persen poin dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan TPAK memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja. Data BPS menunjukkan penyerapan tenaga kerja pada jenjang SMK adalah paling rendah yang mengindikasikan bahwa jenjang level KKNI II sebagai level kompetensi yang dihasilkan SMK dengan asumsi jabatan paling rendah di industri adalah operator masih dapat diisi oleh lulusan dari jenjang yang setara maupun lebih rendah melalui proses pelatihan di tempat kerja.
Penyebaran SMK sesuai kompetensi kehalian yang sesuai dengan kebutuhan di kawasan industri dan potensi suatu daerah juga menyebabkan industri mencari alternatif tenaga kerja dari jenjang dan jalur pendidikan lainnya. Selain disparitas upah minimum antar daerah juga seringkali menyebabkan lulusan SMK memilih alternatif pekerjaan danggap lebih ringan dan dengan nilai upah yang sama meski tidak sesuai dengan komptensi keahliannya.
Dunia usaha dan industri yang seringkali menuntut lulusan SMK harus memiliki kompetensi kerja yang dibutuhkan namun tetap menerima lulusan SMA, SMP bahkan SD yang jelas tanpa bekal kompetensi kerja yang sesuai untuk ditempatkan pada jenjang jabatan yang sama dengan lulusan SMK seperti level operator setelah melalui pelatihan di tempat kerja. Kondisi ini menjadi paradoks dengan angaka pengangguran SMK yang tinggi namun di industri seringkali merasa sulit mencari lulusan SMK yang kompeten sehingga menerima lulusan SMA, SMP dan SD untuk mengisi kebutuhan tenaga kerjanya. Kondisi ini menunjukkan daya saing dan posisi tawar lulusan SMK di industri dapat disamakan dengan lulusan SMA, SMP, SD dengan bekal pelatihan di tempat kerja. Hal ini harus menjadi tantangan SMK untuk mampu menghasilkan lulusannya jika bekerja mampu menjadi leader (pemimpin) dari jenjang pendidikan yang setara atau di bawahnya, memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi karena pengakuan kompetensinya, menunjukkan kinerja dan sikap yang lebih produktif dan inovatif dan jika berwirausaha mampu menghasilkan produk dan jasa yang memberikan keuntangan finansial dan usahanya tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Pasternack et al. (2006) mengemukakan state that the major developments in education can be identifid as expansion, differentiation, greater flxibility, quality orientatin, standardizatin, employability, internatinalizatin, and lifelong learning. Pendidikan yang berkembang khususnya pendidikan SMK dapat dilihat dan diidentifikasi dari ekspansi sekolah, diferensiasi, fleksibilitas dalam segala aspek, mengedepankan kualitas, standar mutu, kemampuan kerja lulusan, pembelajaran secara global, dan dapat menciptakan pembelajaran seumur hidup. Selain faktor-faktor di atas, kualitas sekolah SMK dapat dilihat dari lulusannya yang mempunyai bargaining power yang tinggi di industri dengan menciptakan calon tenaga kerja yang kompeten dan terampil sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu lulusan SMK dapat dilakukan salah satunya dengan sertifikasi kompetensi.
Bargaining power menurut perspektif pendidikan vokasi merupakan lulusan yang mempunyai keterampilan atau employability skills yang unggul sehingga mempunyai daya jual tenaga kerja yang tinggi. Jika lulusan sekolah SMK mempunyai bargaining power yang tinggi maka akan mudah memperoleh pekerjaan dan dengan upah yang tinggi pula.
Daya saing adalah kemampuan untuk mencapai kesuksesan di pasar tenaga kerja yang kemudian mengarah pada ekonomi yang sangat produktif dan peningkatan standar hidup bagi populasi secara keseluruhan. Faktor yang paling penting dalam daya saing tenaga kerja adalah struktur pendidikan, serta kesesuaian supply and demand tenaga kerja dalam hal pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan upah tenaga kerja. Meningkatkan daya saing lulusan SMK tentunya tidak mudah, dibutuhkan variabel-variabel serta konsep yang mampu meningkatkan kompetensi lulusan agar nantinya ketika siswa lulus mempunyai bargaining power yang menarik untuk memasuki dunia kerja. World Economic Forum (2018: 2) menyebutkan empat indikator Indeks Daya Saing Global 4.0 diantaranya; (1) enabling environment; (2) human capital; (3) market; (4) innovation ecosystem. Indikator-indikator tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur daya saing lulusan SMK dalam bursa pasar tenaga kerja 4.0.
SMK sebagai pencetak calon tenaga kerja tentunya harus menyediakan sistim pendidikan yang baik, mempunyai good school governance, serta pendukung lainnya untuk meningkatkan kompetensi siswa agar lulusannya memiliki bargaining power. Jika terjadi demikian maka industri sebagai penyerap tenaga kerja akan membuka peluang lebih besar dalam penyerapan tenaga kerja lulusan SMK, karena pada prinsipnya industri memiliki SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, penting untuk dikaji lebih dalam berkaitan dengan miningkatkan daya saing lulusan SMK agar memilik bargaining power bursa pasar tenaga kerja 4.0.
Menurut Porter dalam Putri (2012: 14) daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk mengadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri, (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun kuantitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat, (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
Secara bebas, Tumar Sumihardjo (2008: 8) daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu. Hal senada diungkapkan oleh Rangkuti dalam Kuncoro (2008: 73), bahwa: “Keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya”.
Kata unggul, berdasarkan pendapat Sumihardjo (2008) dan Rangkuti (2003) di atas, merupakan posisi relatif organisasi terhadap organisasi lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Agus dan Rahayu (2008: 66) bahwa keunggulan merupakan posisi relatif dari suatu organisasi terhadap organisasi lainnya, baik terhadap satu organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri. Dalam perspektif pasar, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan nilai pelanggan (customer value). Sedangkan dalam perspektif organisasi, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan kinerja organisasi yang lebih baik atau lebih tinggi.
Daya saing dalam pendidikan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan terkait. Karena itulah jika ingin mengetahui pencapaian mutu dan daya saing dalam suatu institusi, mutu haruslah dikaitkan dengan input, proses, dan output. Input pendidikan dikatakan bermutu jika siap berproses. Proses pendidikan dikatakan bermutu apabila mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Sedang output dinyatakan bermutu jika hasil akademik dan non akademik siswa tinggi.
Berdasarkan uraian diatas maka SMK membutuhkan inovasi pembelajaran, dan tata kelola SMK untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing menghadapi persaingan tenaga kerja global di era revolusi industri 4.0.
Download Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Download Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku SMK - Daya Saing SMK dalam Bursa Pasar Tenaga Kerja 4.0. Semoga bisa bermanfaat.