Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Berikut ini adalah berkas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Download file format PDF.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini disahkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013 ditandatangani oleh PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013 ditandatangani oleh MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,AMIR SYAMSUDIN.

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani:

Latar Belakang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah:

a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

b. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, negara menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya petani secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;

c. bahwa kecenderungan meningkatnya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani, sehingga petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah:
  1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, khususnya di bidang Pertanian.

Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan Petani. Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap Orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian, Petani mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar. Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, yang pada umumnya berusaha dengan skala kecil, yaitu rata-rata luas Usaha Tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan sebagian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan Usaha Tani atau disebut Petani penggarap, bahkan juga buruh tani. Petani pada umumnya mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan Usaha Tani, dan akses pasar.

Selain itu, Petani dihadapkan pada kecenderungan terjadinya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada Petani. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus memberdayakan Petani.

Upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, sistemik, dan holistik, sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi Petani dan Pelaku Usaha di bidang Pertanian. Undang-Undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum mengatur upaya Perlindungan dan Pemberdayaan secara jelas, tegas, dan lengkap. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dalam:
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
  2. Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian;
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;
  4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
  5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
  6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
  7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
  9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
  10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; dan
  11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Dengan demikian, agar upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani mencapai sasaran yang maksimal diperlukan pengaturan yang terpadu dan serasi dalam suatu Undang-Undang.

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi perencanaan, Perlindungan Petani, Pemberdayaan Petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat, yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi- berkeadilan, dan berkelanjutan.

Bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi; penetapan tarif bea masuk Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean. Selain itu, juga dilakukan penetapan kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; fasilitasi Asuransi Pertanian untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang ditetapkan oleh Menteri; serta dapat memberikan bantuan ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Selain kebijakan Perlindungan terhadap Petani, upaya Pemberdayaan juga memiliki peran penting untuk mencapai kesejahteraan Petani yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir Petani, meningkatkan Usaha Tani, serta menumbuhkan dan menguatkan Kelembagaan Petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi dalam ber-Usaha Tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi Petani agar lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian; pengutamaan hasil Pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan jaminan luasan lahan Pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani.

Sasaran Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah Petani, terutama kepada Petani penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan Usaha Tani); Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; melindungi Petani dari kegagalan panen dan risiko harga; menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani; menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani; meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan; serta memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya Usaha Tani.

Isi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.
  2. Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.
  3. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
  4. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan Komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
  5. Komoditas Pertanian adalah hasil dari Usaha Tani yang dapat diperdagangkan, disimpan, dan/atau dipertukarkan.
  6. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang Pertanian, mulai dari sarana produksi, produksi/budi daya, penanganan pascapanen, pengolahan, pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang.
  7. Pelaku Usaha adalah Setiap Orang yang melakukan usaha sarana produksi Pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil Pertanian, serta jasa penunjang Pertanian yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.
  8. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  9. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani.
  10. Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota.
  11. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
  12. Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari Petani, Kelompok Tani, dan/atau Gabungan Kelompok Tani untuk memperjuangkan kepentingan Petani.
  13. Dewan Komoditas Pertanian Nasional adalah suatu lembaga yang beranggotakan Asosiasi Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan kepentingan Petani.
  14. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  15. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu Petani dalam melakukan Usaha Tani.
  16. Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara Petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko Usaha Tani.
  17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertanian.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN

Pasal 2

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berasaskan pada:
a. kedaulatan;
b. kemandirian;
c. kebermanfaatan;
d. kebersamaan; 
e. keterpaduan; 
f. keterbukaan;
g. efisiensi-berkeadilan; dan
h. keberlanjutan.

Pasal 3

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk:
a. mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik;
b. menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani;
c. memberikan kepastian Usaha Tani;
d. melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen;
e. meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan; dan
f. menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani.

Pasal 4

Lingkup pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi:
a. perencanaan;
b. Perlindungan Petani;
c. Pemberdayaan Petani;
d. pembiayaan dan pendanaan;
e. pengawasan; dan
f. peran serta masyarakat.

    Download Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Download Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.pdf
    Download Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Semoga bisa bermanfaat.

    Kami rekomendasikan kepada Anda beberapa berkas dan buku lainnya:

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel